Dugaan Korupsi Pemotongan Honorarium Hakim Agung Rp97 Miliar, IPW Siap Laporkan ke KPK
Sementara itu, ahli pidana dari Universitas Triskakti, Abdul Fickar Hadjar, berpendapat, keberadaan surat pernyataan sebagai bentuk kesepakatan, yang ditandatangani hakim agung itu batal demi hukum.
Karena menurutnya materi yang tertuang didalamnya masuk ke dalam ranah hukum publik, terkait pengaturan pembagian dana yang bersumber dari uang negara, yang mutlak harus mempunyai landasan hukum.
"Setiap rupiah uang negara harus dikeluarkan sesuai peruntukannya. KPK dapat pro aktif memeriksa, tidak perlu harus menunggu adanya laporan terlebih dahulu” tukasnya.
Para narasumber diskusi publik, termasuk Saut Situmorang (mantan Komisioner KPK) menyatakan skema pemotongan honorarium ini memenuhi unsur tindak pidana korupsi dan gratifikasi.
Mereka mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengusut kasus ini tanpa menunggu laporan resmi.
Saut Situmorang menekankan bahwa korupsi di tubuh lembaga yudikatif seperti Mahkamah Agung dapat memperburuk Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia.
Kasus ini menunjukkan adanya dugaan kuat bahwa sejumlah pihak di Mahkamah Agung terlibat dalam praktik korupsi berkelanjutan.