TNI Diduga Langgar UU, Pengamat Kritik Penertiban Tambang Emas dan Penggerebekan Oli Palsu

Pengamat Militer dari ISESS
Sumber :

Banten.viva.co.id –Tindakan TNI dalam menertibkan tambang emas ilegal di Solok dan menggerebek gudang oli palsu di Medan menuai kritik dari berbagai pihak. 

Haksono Santoso, Tersangka yang Sempat DPO Akhirnya Ditangkap Polda Metro Jaya

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai langkah ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Menurutnya, peran TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) harus bersifat perbantuan, bukan inisiatif sendiri. 

Kapolresta Serkot Ajak Seluruh Pihak Jaga Kondusifitas Paska Pemungutan Suara Pilkada Serentak 2024

Jika tidak ada permintaan resmi dari pihak berwenang seperti Polri, Kementerian ESDM, atau Kementerian Perdagangan, maka tindakan tersebut dinilai tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Pasal 7 ayat (2) UU TNI mengatur bahwa keterlibatan TNI dalam penegakan hukum harus berdasarkan permintaan dukungan," katanya. 

IPW dan TPDI Apresiasi Langkah KPK Usut Dugaan Korupsi Rp138 Miliar di Mahkamah Agung

"Jika tidak ada dasar hukum yang jelas, ini bisa dianggap sebagai penyalahgunaan kewenangan," kata Fahmi, Jumat 21 Februari 2025. 

Komandan Kodim 032/Solok, Letkol Sapta Raharja, sebelumnya mengeluarkan Surat Perintah Nomor: Sprin/85/II/2025 untuk menertibkan aktivitas tambang emas ilegal di Kabupaten Solok. 

Namun, tindakan ini dianggap melampaui batas karena tidak ada koordinasi dengan Polri atau Kementerian ESDM.

"Penertiban tambang ilegal adalah tugas Polri dan instansi terkait, bukan TNI. Jika Kodim bertindak sendiri tanpa dasar hukum yang jelas, ini bisa dianggap sebagai pelanggaran prosedur," ujar Fahmi.

Selain di Solok, tindakan serupa juga terjadi di Medan. Pada 19 Februari 2025, Kodam Bukit Barisan menggerebek gudang oli palsu di Tanjung Selamet, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, serta Kompleks Pergudangan Harmoni, Jalan Letda Sujono, Kota Medan.

Operasi ini menyita lebih dari 30 truk oli palsu berbagai merek. Namun, penggerebekan ini dilakukan tanpa koordinasi dengan Polri atau instansi terkait seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.

"Jika TNI bertindak sendiri dalam penegakan hukum, ini melanggar hukum acara pidana," ujarnya. 

"Apalagi, diksi yang digunakan seperti 'penggerebekan' menunjukkan bahwa tindakan ini masuk dalam ranah hukum, yang bukan tugas utama TNI," jelas Fahmi.

Fahmi juga mengingatkan bahwa keterlibatan TNI dalam dua operasi ini bisa menimbulkan dampak hukum yang serius. 

Ia menilai tindakan ini mengaburkan batas peran antara pertahanan dan keamanan dalam negeri, yang seharusnya menjadi tugas Polri. 

Selain itu, langkah ini juga dinilai melanggar supremasi sipil, karena urusan penegakan hukum seharusnya tetap berada di bawah otoritas sipil.

Indonesia Police Watch (IPW) juga turut mengkritik langkah tersebut. Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, meminta Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto untuk segera menertibkan aparatnya agar tidak melampaui kewenangan yang telah diatur dalam hukum.

Menurutnya, dalam Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000, sudah ditegaskan bahwa TNI bertugas sebagai alat pertahanan negara, sementara Polri bertanggung jawab atas keamanan dan penegakan hukum di dalam negeri.

"TNI tidak memiliki kewenangan untuk menertibkan tambang ilegal atau menggerebek kasus pemalsuan barang. Jika dibiarkan, ini akan menciptakan kekacauan dalam tatanan hukum dan berisiko menimbulkan gesekan dengan Polri," kata Sugeng.

Ia menambahkan, tindakan ini juga bisa berdampak pada ketidakpastian hukum.

Masyarakat yang terkena penindakan oleh TNI tidak bisa mengajukan praperadilan, karena dalam KUHAP, praperadilan hanya berlaku untuk tindakan yang dilakukan oleh Polri atau kejaksaan. 

Selain itu, kasus yang ditangani oleh TNI juga sulit untuk diproses lebih lanjut ke persidangan, karena TNI tidak memiliki kewenangan dalam pemberkasan perkara atau permintaan keterangan Pro Justisia terhadap warga sipil.

Sugeng menilai bahwa intervensi TNI dalam proses penegakan hukum juga bisa berpotensi menimbulkan gesekan dengan Polri di lapangan. 

Jika tindakan semacam ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin akan terjadi ketidakharmonisan antara kedua institusi keamanan negara.

Sejumlah pengamat dan IPW sepakat bahwa TNI harus tetap fokus pada tugas pertahanan negara dan tidak masuk ke dalam ranah penegakan hukum. 

Jika memang dibutuhkan, keterlibatan TNI harus bersifat perbantuan dan berdasarkan permintaan resmi dari otoritas hukum.

Panglima TNI diminta segera memberikan arahan yang jelas agar aparat di lapangan tidak melampaui batas kewenangannya. Langkah ini dianggap penting untuk menjaga ketertiban hukum dan supremasi sipil di Indonesia.