Pasal Pencemaran Nama Baik dan Penyebaran Hoaks Dihapus, Ini Penjelasan Lengkap Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi
Sumber :
  • Instagram

Banten.viva.co.id – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materi yang diajukan Haris Azhar, Fatia Maulidyanti, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) untuk menghapus pasal pencemaran nama baik dan penyebaran hoaks dalam sidang putusan yang dibacakan pada Kamis 21 Maret 2024 di ruang sidang pleno.

Pleno Cagub Banten 2024 Dimulai, Berikut Hasil Perhitungan Suara di Kabupaten dan Kota

Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP. Namun, Mahkamah Konstitusi tetap menolak gugatan untuk Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU ITE.

“Dalam provisi, menolak permohonan provisi para Pemohon untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan Amar Putusan dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi, Jumat 22 Maret 2024.

Kubu Helldy Agustian Minta Bawaslu Cilegon Profesional Tangani Aduan

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Arsul Sani, Mahkamah Konstitusi berpendapat unsur “berita atau pemberitahuan bohong” dan “kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan” yang termuat dalam Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP dapat menjadi pemicu terhadap sifat norma pasal-pasal a quo menjadi “pasal karet” yang dapat menciptakan ketidakpastian hukum. 

Sedangkan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud "pasal karet" adalah pasal dalam undang-undang yang tidak jelas tolok ukurnya. Terlebih, dalam perkembangan teknologi informasi seperti saat ini yang memudahkan masyarakat dalam mengakses jaringan teknologi informasi, masyarakat dapat memperoleh informasi dengan mudah dan cepat yang acapkali tanpa diketahui apakah berita yang diperoleh adalah berita bohong atau berita benar dan berita yang berkelebihan.

Baru 2 Hari Ditangkap Kasus Narkoba, Guru Honorer Dilaporkan Meninggal, Polda Banten Beri Penjelasan

Sehingga berita dimaksud tersebar dengan cepat kepada masyarakat luas yang hal demikian dapat berakibat dikenakannya sanksi pidana kepada pelaku dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 tersebut,” ucap Arsul.

Menurut Mahkamah, lanjut Arsul, jika dicermati terdapat ketidakjelasan terkait ukuran atau paramater yang menjadi batas bahaya. Artinya, apakah keonaran tersebut juga dapat diartikan sebagai kerusuhan yang membahayakan negara. Dalam KBBI, kata dasar keonaran adalah onar, yang memiliki beberapa arti, yakni kegemparan, kerusuhan, dan keributan. Oleh karena itu, dari telaahan makna kata “onar atau keonaran” dalam KBBI dimaksud, makna kata “keonaran” adalah bersifat tidak tunggal. Oleh karena itu, sambungnya, penggunaan kata keonaran dalam ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP berpotensi menimbulkan multitafsir, karena antara kegemparan, kerusuhan, dan keributan memiliki gradasi yang berbeda-beda, demikian pula akibat yang ditimbulkan. 

Halaman Selanjutnya
img_title