Pasal Pencemaran Nama Baik dan Penyebaran Hoaks Dihapus, Ini Penjelasan Lengkap Mahkamah Konstitusi
Selanjutnya, dipaparkan Enny, mahkamah menilai unsur “kabar yang berkelebihan” merupakan pengulangan penerapan unsur “pemberitahuan bohong” yang esensinya sebenarnya sama. Hal tersebut mengakibatkan adanya tumpang tindih (overlapping) dalam pengaturan norma Pasal 15 KUHP yang dapat menjadikan norma dimaksud mengandung sifat ambigu.
Terlebih dijelaskan Enny, penjelasan pasal a quo tidak menguraikan secara jelas gradasi atau tingkat keakuratan yang dimaksud sehingga hal ini bertentangan dengan asas yang berlaku dalam perumusan norma hukum pidana, yaitu harus dibuat secara tertulis (lex scripta), jelas (lex certa), dan tegas tanpa ada analogi (lex stricta).
Dengan demikian, Enny menjelaskan, pertimbangan hukum mahkamah terkait dengan unsur “berita atau pemberitahuan bohong” dalam Pasal 14 KUHP mutatis mutandis menjadi pertimbangan hukum mahkamah terkait dengan pertimbangan unsur “kabar yang tidak pasti” atau “kabar yang berkelebihan” dalam Pasal 15 KUHP.
“Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, menurut mahkamah, dengan adanya rumusan norma Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 yang luas dan tidak jelas sehingga dapat diartikan secara tidak terbatas dan beragam, telah menyebabkan pasal a quo bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang tidak memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum bagi setiap warga negara. Dengan demikian, dalil para Pemohon berkaitan dengan Inkonstitusionalitas norma Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 adalah beralasan menurut hukum,” urai Enny.
Setelah dicermati materi muatan dari ketentuan Pasal 433 UU 1/2023 (KUHP Baru), menurut Mahkamah Konstitusi, terdapat perbedaan antara ketentuan norma dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP dengan norma Pasal 433 UU 1/2023 yakni dalam Pasal 433 UU 1/2023 terdapat penegasan pelaku melakukan perbuatan pencemaran mencakup perbuatan “dengan lisan” dan unsur tersebut tidak diatur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP.
Oleh karena itu, tanpa mahkamah bermaksud menilai konstitusionalitas Pasal 433 UU 1/2023 yang baru mempunyai kekuatan mengikat setelah tiga tahun sejak diundangkan (2 Januari 2026), maka penegasan berkenaan dengan unsur “perbuatan dengan lisan” yang terdapat dalam Pasal 433 UU 1/2023 bisa diadopsi atau diakomodir guna kepastian hukum dalam penerapan ketentuan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP.
“Dengan demikian, norma Pasal 310 ayat (1) KUHP dimaksud dapat memberikan kepastian hukum dan mempunyai jangkauan kesetaraan yang dapat mengurangi potensi adanya perbedaan perlakuan atau diskriminasi terhadap addresat norm atas ketentuan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP, sehingga dalam penerapannya tidak menimbulkan ambiguitas,” terang Enny.