Nisfu Syaban, Sejarah dan Hukum Melaksanakannya
- NU Online
Banten.Viva.co.id - Sudah tahukah kamu, sejarah Nisfu Syaban yang bakal dirayakan dengan memperbanyak ibadah oleh umat muslim? Mengutip dari jabar.nu.or.id, ternyata Nisfu Syaban tidak dirayakan saat Nabi Muhammad Saw masih hidup.
Perayaan Nisfu Syaban mulai dilakukan umat muslim, sepeninggal Rasulullah Saw. Begitu dalam hidup artikel berjudul "Sejarah Awal Mula Peringatan Malam Nisfu Sya'ban dan Hukum Melaksanakannya," yang ditulis oleh Ustadz Muhammad Hanif Rahman.
Dalam kitab Al-Mawahib Al-Laduniyah karya Al-Imam Al-Qasthalani (wafat 923 H) dijelaskan terkait awal mula adanya peringatan malam Nisfu Sya'ban.
Artinya, "Tabi'in tanah Syam seperti Khalid bin Ma'dan dan Makhul, mereka bersungguh-sungguh dalam beribadah pada malam Nisfu Syaban.
Nah dari mereka inilah orang-orang kemudian ikut mengagungkan malam Nisfu Syaban.
Dikatakan, bahwa telah sampai kepada mereka atsar israiliyat (kabar atau cerita yang bersumber dari ahli kitab, Yahudi dan Nasrani yang telah masuk Islam) tentang hal tersebut.
Kemudian ketika perayaan malam Nisfu Syaban viral, orang-orang berbeda pandangan menanggangapinya. Sebagian menerima, dan sebagian lain mengingkarinya. Mereka yang memgingkari adalah mayoritas ulama Hijaz, termasuk dari mereka Atha' dan Ibnu Abi Malikah.
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari kalangan fuqaha' Madinah menukil pendapat bahwa perayanan malam Nisfu Syaban seluruhnya adalah bid'ah. Ini juga merupakan pendapat Ashab Maliki dan ulama selainnya.
Dari penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa, awal mula yang memulai adanya peringatan malam Nisfu Syaban adalah segolongan ulama Tabi'in daerah Syam. Dalam arti, peringatan malam Nisfu Syaban belum ada pada zaman Rasulullah dan Sahabat, baru ada pada zaman Tabi'in.
Peringatan malam Nisfu Sya'ban yang kini diamalkan itu dasarnya adalah mengikuti perbuatan segolongan ulama Tabi'in negeri Syam atau kini dikenal dengan negara Suriah.
Hukum Memperingati Malam Nisfu Syaban
Terkait teknis peringatan malam Nisfu Syaban, ada sekitar dua perbedaan pendapat dikalangan ulama Syam.
Pertama, disunahkan menghidupkan malam Nisfu Syaban secara jamaah di masjid. Menggunakan pakaian terbaik mereka, membakar dupa (bukhur) dan mereka i'tikaf di dalam masjid. Ishaq bin Rahawaih menyetujui atau tidak mengingkari apa yang mereka lakukan. Ia juga berkata, "Menghidupkan malam Nisfu Sya'ban di masjid-masjid secara berjamaah bukanlah bid'ah," pendapat ini di nukil oleh Harb Al-Karmani dalam kitab Masa'ilnya.
Kedua, dimakruhkan berkumpul di dalam masjid-masjid untuk menghidupkan malam Nisfu Syaban dengan shalat, berdoa dan menyampaikaan kisah-kisah teladan, namun tidak dimakruhkan shalat sendiri untuk menghidupkan malam Nisfu Syaban. Ini adalah pendapat Imam Al-Auza'i, seorang imam, ahli fiqih dan alimnya negeri Syam. (Al-Qasthalani, Al-Mawahib Al-Laduniyah, juz III, halaman 301).
Demikian, di atas adalah dua pendapat yang disampaikan oleh Imam Al-Qasthalani dalam kitabnya Al-Mawahib Al-Laduniyah.
Intinya, perbedaan pendapat ulama terkait teknis menghidupkan malam Nisfu Syaban. Sebagian ulama mengatakan sunah dikerjakan secara berjamaah, sebagian lain memakruhkan secara berjamaah, namun jika pelaksanaannya sendiri tidak makruh.