Wacana Penerapan Tarif KRL Commuterline Berbasis NIK Kebijakan Tidak Masuk Akal
- Viva
Banten.Viva.co.id - Publik dihebohkan dengan wacana pengubahan skema subsidi di layanan KRL Jabodetabek menjadi berbasis Nomor Induk Kependudukan atau NIK pada tahun 2025 mendatang. Wacana tersebut muncul pada Dokumen Buku Nota Keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2025, salah satu isinya merupakan rencana mengalokasikan anggaran subsidi PSO sebesar Rp4,79 Triliun kepada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT. KAI.
Alokasi anggaran diberikan kepada KAI untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan kelas ekonomi bagi angkutan kereta api antara lain KA ekonomi jarak jauh, KA ekonomi jarak sedang, KA ekonomi jarak dekat, KA ekonomi Lebaran, KA lokal ekonomi, KRL Jabodetabek, KRL Yogyakarta, dan Light Rail Transit (LRT) Jabodebek.
Namun akan ada perbedaan dalam penerapan subsidi ini ke layanan KRL Jabodetabek kedepannya, tarif perjalanan KRL Jabodetabek akan berbeda pada setiap orang, dengan pembagian subsidi berbasis NIK.
Selama ini pemerintah telah menggelontorkan triliunan rupiah setiap tahunny untuk mensubsidi layanan KRL Jabodetabek, sehingga tarif yang dibayarkan oleh pengguna KRL dapat dihitung sangat terjangkau mulai dari Rp3 ribu hingga Rp13 ribu, tergantung jarak tempuh.
Wacana untuk mengubah skema subsidi KRL Jabodetabek berbasis NIK disebut sebagai langkah pemerintah untuk memastikan bahwa subsidi tersebut tepat sasaran dan menyasar bagi yang berhak. Namun wacana tersebut seketika langsung mendapatkan protes dan penolakan dari masyarakat, khususnya bagi pengguna KRL Jabodetabek.
Kebijakan untuk mengubah skema subsidi menjadi berbasis NIK ini sangat tidak masuk akal jika tujuannya untuk memastikan subsidi tersebut tepat sasaran. Transportasi umum termasuk KRL Jabodetabek seharusnya dinikmati untuk semua kalangan dan tidak memandang penggunanya berasal dari kalangan atas, menengah maupun miskin.