MAKI Soroti Kejanggalan Penyidikan Korupsi Pertamina, Desak Kejagung Periksa Broker dan Lima Perusahaan Pelayaran

Koordinator Maki Boyamin Saiman
Sumber :
  • TVOneNews

Banten.viva.co.id –Kasus korupsi tata kelola minyak Pertamina kembali menjadi sorotan setelah Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menemukan kejanggalan serius dalam proses penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung RI.

Sandi Butar Butar Dipecat Kedua Kali dari Damkar Depok, Ini Kaitan dengan Laporannya soal Dugaan Korupsi

Hal itu tertuang dalam surat yang diserahkan langsung kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, Rabu 26 Maret 2025. 

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, SH, meminta penyidik memperluas cakupan pemeriksaan. 

Sampah yang di Korupsi

Langkah ini dinilai perlu agar tak menimbulkan kesan tebang pilih dalam penanganan kasus yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah.

Boyamin secara khusus meminta Kejaksaan untuk segera memeriksa para broker importir minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) yang hingga saat ini belum tersentuh. 

Sugeng Teguh Santoso: Selain Maladministrasi, Jaksa Penyidik Melekatkan Persangkaan Palsu Kasus Korupsi Pertamina

Menurutnya, fakta ini sangat bertolak belakang dengan besarnya angka kerugian yang disebut mencapai Rp11,7 triliun, yang diduga melibatkan broker ternama seperti FPS alias James, ST, DNW, hingga Widodo Ratanachaitong.

"Publik sudah sangat mengenal nama-nama itu, mereka menguasai bisnis minyak Pertamina sejak 2014. Namun anehnya, mereka justru tidak diperiksa," ujar Boyamin kepada wartawan di Jakarta usai menyerahkan surat permintaan pemeriksaan lanjutan kepada Kejagung.

Boyamin menambahkan, ada kejanggalan lain yang patut menjadi perhatian, yaitu penetapan sembilan tersangka yang menurutnya kurang relevan dengan total kerugian negara Rp193,7 triliun, seperti yang disebutkan dalam tema besar Kejagung. 

Para tersangka justru dikaitkan dengan kasus blending minyak mentah di depo PT Orbit Terminal Merak dan dugaan mark up biaya shipping.

"Angka kerugian negara yang disebutkan Kejagung sebagian besar berasal dari subsidi dan kompensasi tahun 2023, yang ternyata tidak ada hubungan logis dengan peran sembilan tersangka yang ditetapkan," katanya. 

"Bagaimana mungkin mereka dijerat untuk kerugian dari kebijakan pemerintah yang jelas bukan kewenangan mereka?" tegas Boyamin.

Lebih lanjut, MAKI mengungkap temuan baru bahwa terdapat dugaan kuat praktik mark up hingga lebih dari 30 persen dalam kontrak pengiriman minyak yang melibatkan PT Pertamina International Shipping. 

Lima perusahaan yang diminta segera diperiksa penyidik antara lain PT SMT Tbk, PT SOL, PT AS, PT WSHI, dan PT BSTA, yang total memiliki armada sebanyak 40 kapal.

"Fakta ini terang sekali, tetapi anehnya jaksa penyidik hingga kini belum menyentuh perusahaan-perusahaan tersebut. Jika ini terus diabaikan, publik akan bertanya-tanya ada apa di balik lambannya penanganan ini," imbuh Boyamin.

MAKI juga meminta Kejaksaan Agung memberikan penjelasan jelas tentang bagaimana rincian kerugian negara yang mencapai Rp193,7 triliun itu berkaitan langsung dengan perbuatan para tersangka. 

Menurut Boyamin, penjelasan Kejagung selama ini belum mampu memberikan gambaran jelas mengenai niat jahat (mens rea) para tersangka serta kecukupan alat bukti yang melandasi tuduhan.

“Jika Kejaksaan Agung ingin mengembalikan kepercayaan masyarakat, sudah waktunya untuk mengusut tuntas kasus ini secara menyeluruh," ujarnya. 

"Jangan sampai hanya berhenti pada aktor-aktor kecil saja, padahal akar permasalahan jelas melibatkan pihak yang jauh lebih besar," tutupnya.

Saat ini, publik masih menantikan respons Kejaksaan Agung terkait desakan MAKI tersebut. Transparansi dan kejelasan dalam penanganan kasus ini menjadi kunci utama agar tidak muncul spekulasi liar di tengah masyarakat.