Skandal Mafia Tanah di PT ISM Kutai Barat, IPW Desak Presiden Prabowo dan Kapolri Bertindak

Kasus Mafia Tanah oleh PT ISM
Sumber :

Banten.viva.co.id–Praktik mafia tanah di Kutai Barat semakin meresahkan masyarakat, PT. Indotama Semesta Manunggal (ISM) diduga terlibat dalam penyerobotan tanah serta perusakan kebun rotan merah. 

Dugaan Rekayasa Kasus, Penyidik Polres Kutai Barat Dilaporkan IPW ke Propam Mabes Polri

Kasus ini juga menyeret aparat kepolisian yang dituding melindungi praktik ilegal tersebut.

Enam pengurus Paguyuban Korban Mafia Tanah Kutai Barat yang mewakili 50 warga, melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri. 

IPW dan TPDI Apresiasi Langkah KPK Usut Dugaan Korupsi Rp138 Miliar di Mahkamah Agung

Mereka didampingi oleh Indonesia Police Watch (IPW) dengan dugaan tindak pidana penyerobotan lahan. 

Laporan tersebut tercatat dalam Surat Tanda Laporan Polisi Nomor: LP/B/130/III/2025/SPKT/Bareskrim Polri pada 6 Maret 2025.

Kasus Korupsi Pemotongan Honor Hakim Agung, KPK Harus Periksa Seluruh Rekening Terlapor

Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, menegaskan bahwa kasus ini semakin berbahaya karena melibatkan oknum aparat kepolisian.

"Perusahaan ini memiliki backing kuat. Mereka bahkan bisa mengatur posisi Kapolres Kutai Barat," ujar Sugeng dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat 7 Maret 2025. 

Menurut Sugeng, PT. ISM melakukan aksi penyerobotan tanah dengan memasukkan alat berat tanpa izin ke lahan milik warga.

Korban utama, Rencem, memiliki sertifikat hak pakai atas lahan seluas 10.240 m² yang telah digarap sejak 1980.

Perusahaan juga diduga mengerahkan preman untuk melarang pemilik tanah masuk ke lahannya sendiri. 

Excavator digunakan untuk menebang pohon dan menggali lahan demi persiapan eksploitasi batu bara.

Tak hanya itu, PT. ISM diduga memalsukan kepemilikan lahan dengan cara:

1. Membuat surat tanah baru atas nama orang lain, yaitu Suwandi dan Hendi Saputra.

2. Melibatkan aparat desa untuk mengesahkan dokumen palsu.

3. Melaporkan pemilik asli, Rencem, ke Polres Kutai Barat atas dugaan pemalsuan dokumen.

Pada 19 Februari 2025, Rencem dan Idris (tokoh adat) dipanggil Polres Kutai Barat atas tuduhan pemalsuan dokumen. 

Laporan ini dibuat oleh CH Law Office, yang diketahui merupakan pengacara PT. ISM.

IPW juga menemukan bahwa aparat desa dan kecamatan yang menolak mendukung aksi mafia tanah ini, justru diintimidasi oleh kepolisian.

Polisi dari unit Tipikor Polres Kutai Barat disebutkan mengirim surat panggilan kepada kepala desa dan camat yang menolak mengeluarkan surat kepemilikan palsu.

"Kasus ini bukan hanya penyerobotan tanah, tapi juga perampasan hak-hak adat masyarakat Kutai Barat," tegas Sugeng.

IPW telah memutuskan memberikan bantuan hukum kepada 50 warga yang menjadi korban. 

Nama-nama mereka telah didata dan kasus ini akan dibawa ke Jakarta untuk dilaporkan ke Propam Polri dan lembaga hukum lainnya.

Sugeng juga mengecam tindakan Kapolres Kutai Barat, AKBP Boney Wahyu Wicaksono, yang langsung tancap gas melakukan pemeriksaan terhadap masyarakat yang menolak tanahnya diambil.

Salah satu korban mafia tanah, Isran Kuis, yang merupakan tokoh masyarakat Desa Tering Seberang, menjadi korban kriminalisasi.

Isran Kuis yang sedang sakit parah didatangi penyidik Polres Kubar pada malam hari dan dipaksa memberikan sidik jari untuk sebuah dokumen pemeriksaan. 

Ketika Isran tak sadarkan diri, anaknya Romi dipaksa menarik tangan ayahnya untuk diambil sidik jari.

"Kalau tidak dilakukan, Romi diancam akan dikenakan pasal merintangi penyidikan," ungkap Sugeng.

Kasus ini bermula pada Oktober 2021, ketika PT. ISM menawarkan kerja sama kepada Isran Kuis untuk membantu pembebasan tanah di wilayah adat. 

PT. ISM tahu bahwa masyarakat adat sangat menolak kehadiran mereka, sehingga membutuhkan tokoh lokal seperti Isran Kuis untuk menenangkan warga.

Kesepakatan dibuat di hadapan dua notaris, Maria Olympia Bercelona Djoka dan Ivana Victorya Kamaluddin, di Kutai Barat. 

Dalam perjanjian, Isran akan membeli tanah dari masyarakat, lalu menjualnya kembali ke PT. ISM dengan harga Rp30.000 per meter.

Namun, setelah tanah berhasil dibebaskan, PT. ISM hanya membayar Rp1,5 miliar dari total Rp7,5 miliar yang disepakati.

Ketika Isran Kuis menagih sisa pembayaran sebesar Rp5 miliar, PT. ISM justru melaporkannya ke polisi dengan tuduhan penggelapan uang.

JDHS, manajer PT. ISM, memerintahkan staf keuangan membuat laporan polisi ke Polres Kutai Barat. 

Anehnya, laporan yang masuk pada 23 Oktober 2023 langsung ditingkatkan ke tahap penyidikan tanpa penyelidikan lebih dulu.

Dalam tempo cepat, pada 17 Desember 2024, Isran Kuis ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat ketetapan dari Polres Kubar.

Selama pemeriksaan, Isran Kuis menjelaskan bahwa kesepakatan dengan PT. ISM sudah jelas.

Namun, keterangan penting dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tanggal 13 Agustus 2024 mendadak lenyap.

Ketika Romi, anak Isran Kuis, memprotes penghilangan dokumen ini, penyidik mengabaikannya. 

Diduga, BAP ini dijadikan alat untuk meminta pendapat ahli pidana demi memperkuat tuduhan kepada Isran Kuis.

"Ini jelas penyalahgunaan wewenang dan tindakan tidak profesional dari aparat penegak hukum," tegas Sugeng.