Darurat Korupsi di Indonesia: Panggilan untuk Bergerak, Kritik terhadap Pemerintahan Jokowi
NCW juga menyuarakan kekhawatiran akan maraknya korupsi di lingkungan pemerintahan Jokowi, menyoroti kelemahan dalam pemberantasan korupsi.
NCW menegaskan perlunya tindakan tegas dari wakil rakyat untuk menghentikan kekuasaan yang dianggap berlebihan yang ditunjukkan oleh Presiden Jokowi melalui Sidang Istimewa.
“Mundur secara terhormat atau dimakzulkan oleh rakyat, hanya itu pilihan yang dimiliki Jokowi saat ini,” kata Hanif.
Menyebut beberapa dugaan pelanggaran konstitusi yang dilakukan Jokowi, NCW menilai sudah saatnya tindakan tegas diambil oleh wakil rakyat untuk menghentikan kekuasaan Presiden.
Revisi UU KPK pada tahun 2019 juga menjadi sorotan, karena dianggap telah mengurangi fungsi dan independensi KPK serta menunjukkan tindakan represif terhadap jurnalis, aktivis, dan aparat penegak hukum.
Hanif menjelaskan, ada tiga pelanggaran konstitusi (UU N0 28 tahun 1999) yang dilakukan oleh Jokowi, pertama, orkestrasi yang dilakukan Jokowi dengan relasi kuasa dengan iparnya Anwar Usman mantan Ketua Mahkamah Konstitusi meloloskan putranya Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo Subianto melalui Keputusan MK No 90 yang sangat kontroversial.
Kedua, menerima gratifikasi (korupsi) atas ditunjuknya Kaesang Pangarep yang baru 2(dua) hari jadi anggota Partai Solidaritas Indonesia (PSI), diangkat menjadi Ketua Umum PSI.