Akademisi Nilai Kebijakan Tata Kelola LPG 3 Kg Sangat Penting Agar Tepat Sasaran
- Sherly/viva
Banten VIVA - Pengamat komunikasi publik sekaligus dosen ilmu komunikasi Universitas Muhammadiyah Tangerang, Korry El Yana, menilai bahwa kebijakan tata kelola subsidi Liquified Petroleum Gas (LPG) 3 Kg atau gas melon tujuannya sangat baik.
Oleh karena itu Korry menilai butuh sosialisasi yang baik juga kepada masyarakat agar tidak terkesan aturan yang dibuat mendadak sehingga terjadi kelangkaan gas melon di masyarakat.
Hal tersebut, kata Korry, yang menyebabkan kegaduhan dan kepanikan di masyarakat saat ingin membeli gas melon di pangkalan, yang terjadi pada Januari dan awal Februari lalu. Padahal, menurutnya, kebijakan perbaikan tata kelola tersebut sangat penting karena selama ini dianggap tidak tepat sasaran.
“Penting sekali [tata kelola LPG ini], karena memang harus tepat sasaran. Ketika program subsidi diambil dari pemerintah, ketika subsidi itu larinya enggak tepat sasaran, kan, jadi momok juga,” kata Korry dalam Diskusi Jurnalis bertajuk “Membaca Arah Kebijakan Publik, Baik Untuk Rakyat?” katanya, Rabu, 19 Februari 2025.
Menurut Korry, kebijakan penting seperti ini sangat disayangkan jika bentuk sosialisasinya dilakukan terburu-buru, mendadak, dan tidak transparan. Padahal, jika semua dikomunikasikan dengan baik, pasti masyarakat akan menerima.
“Jika transparan, rakyat akan paham maksud pemerintah, jika memang kebijakannya untuk rakyat. Seharusnya masyarakat bisa beli gas dengan lebih murah sesuai harga yang ditetapkan pemerintah,” tambah Korry.
Hal senada juga diucapkan oleh Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) sekaligus dosen FISIP Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang, Miftahul Adib. Menurutnya, kebijakan tata kelola yang dikeluarkan oleh Menteri Bahlil sangat penting.
Apalagi, tambahnya, pemerintah saat ini sudah memiliki Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 17 tahun 2011, yang merupakan peraturan bersama antara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Peraturan ini mengatur pembinaan dan pengawasan pendistribusian LPG gas melon di daerah. Dalam regulasi tersebut, pemerintah harus membentuk tim koordinasi di level pusat, provinsi, hingga kota dan kabupaten.
Di level provinsi dan kota serta kabupaten, kepala daerah diwajibkan membuat keputusan untuk menetapkan HET untuk pangkalan dan ke konsumen.
"Bagaimana pemerintah daerah level kota dan kabupaten punya tim untuk mengawal itu. Sayangnya dari tahun 2011, itu enggak maksimal. Akhirnya bocor di mana-mana. Kita sebagai rakyat capek, bahwa subsidi bocor. Enggak BBM, enggak gas, sama saja," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah sedang merancang aturan agar status para pengecer bisa diubah menjadi pangkalan agar masyarakat bisa mendapatkan harga yang sesuai saat membeli langsung di pangkalan.
Kebijakan tersebut kemudian disempurnakan kembali dengan mengubah status pengecer menjadi sub pangkalan. Bahlil mengumumkan bahwa seluruh pengecer LPG 3 Kg di Indonesia sekitar 375 ribu akan dinaikkan statusnya menjadi sub pangkalan. Langkah ini bertujuan untuk memastikan distribusi LPG bersubsidi tepat sasaran dan harga tetap terjangkau.