Kejari Jakpus Terima Berkas Tahap II Kasus Gratifikasi Terpidana Ronald Tannur
Banten.viva.co.id –Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menerima pelimpahan berkas tahap II beserta barang bukti kasus suap terpidana Ronald Tannur.
Pelimpahan dilakukan penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Pidsus Kejagung) pada Rabu 8 Januari 2025.
Dua tersangka dalam kasus ini adalah Meirizka Widjaja (MW), ibu Ronald Tannur, dan Lisa Rachmat (LR), pengacara yang mendampingi kasus penganiayaan hingga menyebabkan korban meninggal dunia.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyebut pelimpahan berkas dan barang bukti ini sebagai langkah awal menuju proses persidangan.
“Setelah pelimpahan tahap II, tim Jaksa Penuntut Umum akan menyusun surat dakwaan dan segera membawa perkara ini ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat,” ujarnya, Kamis 9 Januari 2025.
Kasus bermula pada Oktober 2023, saat MW dan LR bertemu di kantor Lisa Associate, Surabaya. Pertemuan itu membahas biaya pengurusan kasus Ronald Tannur.
Dalam kurun waktu Oktober 2023 hingga Agustus 2024, MW menyerahkan uang senilai Rp1,5 miliar kepada LR untuk memuluskan perkara.
Pada Januari 2024, LR menghubungi saksi ZR melalui pesan WhatsApp. Ia meminta ZR mengatur pertemuan dengan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua PN Surabaya menyebutkan majelis hakim yang akan menangani kasus Ronald, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.
Puncaknya terjadi pada Juni 2024, saat LR menyerahkan uang senilai 140.000 dolar Singapura (SGD) kepada Erintuah Damanik di Dunkin’ Donuts, Bandara Ahmad Yani, Semarang.
Dua minggu kemudian, Damanik membagikan uang tersebut kepada Mangapul dan Heru Hanindyo, masing-masing menerima 38.000 SGD dan 36.000 SGD.
Pada Juli 2024, majelis hakim yang terdiri dari Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo memutus bebas Ronald Tannur.
Namun, Komisi Yudisial menemukan bukti pelanggaran kode etik. Sidang pleno Komisi Yudisial pada 26 Agustus 2024 merekomendasikan pemberhentian tetap ketiga hakim dengan hak pensiun.
Surat rekomendasi kepada Ketua Mahkamah Agung disampaikan sehari setelah sidang pleno, dengan harapan ketiga hakim diberi sanksi berat.
Jaksa menjerat LR dengan Pasal 6 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. LR juga dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 15 KUHP.
Sementara MW dijerat pasal serupa, yakni Pasal 6 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi dan Pasal 5 KUHP. Setelah persiapan selesai, tim JPU akan segera melimpahkan kasus ini ke Pengadilan Tipikor.