Komite Pemantau Perilaku Jaksa (KOPPAJA) Minta JPU yang Tangani Kasus PT BA Miliki Sence Of Crisis
Mukhsin juga menyoroti beberapa hal dalam surat dakwaan yang diajukan oleh JPU. Pertama, surat dakwaan tersebut tidak cermat karena Penuntut Umum telah keliru dengan menafsirkan dan menggolongkan perbuatan terdakwa sebagai tindak pidana korupsi yang sebetulnya merupakan aksi korporasi yang dilindungi oleh doktrin business judgement rule (BJR) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang perseroan terbatas.
Kedua, surat dakwaan tersebut juga tidak cermat dan tidak jelas terkait dengan uraian Penuntut Umum di luar waktu terjadinya tindak pidana terkait PT BA.
Ketiga, anasir kerugian keuangan negara dalam surat dakwaan kabur, tidak jelas dan tidak lengkap.
Keempat, surat dakwaan Penuntut Umum yang dibuat dengan telah tidak didasarkan pada ketentuan-ketentuan baik yang tertuang dalam KUHAP, Surat Edaran Jaksa Agung dan doktrin doktrin yang terkait telah menjadikan Surat Dakwaan tidak diuraikan secara cermat, tidak jelas dan tidak lengkap mengenai peristiwa tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu.
Kelima, dalam dokumen yang dibaca, Penuntut Umum menarik Milawarma bersama Terdakwa Nurtimah Tobing dan terdakwa lainnya sebagai pihak yang berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi. Padahal, posisi Milawarma tidak termasuk dalam struktur kepengurusan/pihak yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab pada PT BMI yang melakukan aksi korporasi akuisisi PT SBS.
Berdasarkan seluruh argumentasi dan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Surat Dakwaan Penuntut Umum No.Reg.Perk : PDS-07/L.6.15/Ft.1/10/2023 tertanggal 09 November 2023 telah dibuat dan disusun secara tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap.
Oleh karena itu, Mukhsin menyarankan agar Penasihat Hukum Terdakwa Nurtimah Tobing segera mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim untuk memeriksa kembali perkara tersebut.