Kasepuhan Gelar Alam, Menanam Padi Memanen Kehidupan
- Istimewa
Hilmi, menggunakan diksi ziarah visual, karena seperti Kembali mengenang perjalanan yang pernah dilakukan ke desa yang mampu menorehkan kenangan tak terlupakan bagi hidupnya.
Konon menurut kisah tetua adat, memang tidak sembarangan orang bisa sampai ke Desa Adat Kasepuhan Gelar Alam, karena harus mempunyai niat yang tulus dan hati yang bersih.
Saya sempat bertanya apa maksudnya? Lalu dijawab oleh Abah Anom, pimpinan desa adat, bahwa berkunjung ke desa tersebut harus berlandaskan niat silaturahmi bukan untuk sekedar jalan-jalan. Karena dengan silaturahmi kita akan menambah panjang pertemanan dan rasa saling mengasihi.
Empat jam memang bukan waktu yang singkat bagi sebuah perjalanan, terlebih dengan medan seperti itu. Namun semua terasa khidmat tatkala kita sampai di desa tersebut. Dibagian depan desa kita akan menemui gerbang kayu dan bambu, sederhana dan bersahaja, bertuliskan Desa Adat Kasepuhan Cipta Gelar.
Lalu kontur tanah menurun menuju lembah, dan kita akan bertemu area lapang. Disini setidaknya ada 4 bangunan, yaitu Rumah Gede (semacam Balai Tamu), Rumah Ketua Adat, Balai Pasar (tempat menjual hasil panen), Leuit Uma (lumbung utama tempat menyimpan hasil padi), juga ada aula latihan tari.
Saat kami sampai, bertepatan dengan upacara Serentaun. Ritual yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu yang digelar untuk mengungkapkan rasa syukur atas hasil alam, khususnya di sektor perkebunan dan pertanian.
Secara tradisi, berbagai kegiatan digelar, mulai dari prosesi angkat ampih pare ke leuit (angkat padi dan menyimpan ke lumbung), saresehan bersama baris olot kasepuhan, dog-gog lojor, penampilan seni debus, lisung, rongkong, gondang buhun, dan tari tani.