Lima Falsafah Jawa Untuk Kehidupan
- Viva.co.id
Banten.Viva.co.id - Jawa, dikenal dengan berbagai falsafah atau filosofi kehidupannya. Filosofi itu tetap lestari ditengah gempuran kemajuan jaman.
Bahkan kerap kali masyarakat saat ini, masih menggunakan falsafah kehidupan itu untuk "mengaji" dirinya sendiri atau dijadikan kutipan maupun unggahan di berbagai platform media sosial.
Namun jauh dari itu, masyarakat Jawa khususnya, seringkali menggunakan unen-unen untuk menata hidup manusia. Makna dari ungkapan-ungkapan Jawa ini seringkali tidak dipahami oleh sebagian besar keturunan etnis Jawa di era modern ini. Maka tidak salah, jika muncul sebutan,"Wong Jowo sing ora njowoni".
Namun ada saja yang menganggap filosofi Jawa sudah kuno atau ketinggalan jaman. Namun, warisan budaya pemikiran orang Jawa, mampu menambah kedewasaan dalam hidup bagi banyak manusia.
Berikut lima falsafah Jawa yang jadi pedoman hidup Wong Jowo :
1) Urip Iku Urip, artinya, Hidup Itu Menyala. Maknanya, hidup manusia harus memberikan manfaat bagi kehidupan disekitarnya.
2) Memayu Hayuning Bowono, Ambrasta Dur Hanangkara, artinya, mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan banyak orang, serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak.
3) Suro Diro Joyoningrat, Lebur Dening Pangastuti, artinya, sifat buruk seperti keras hati, licik, amarah dan sifat buruk lainnya, hanya bisa dilawan atau dihancurkan dengan kelembutan hati, sabar dan sikap bijak.
4) Ngluruk Tonpo Bolo, Menang Tonpo Ngasorake, Sekti Tonpo Aji-aji, Sugih Tonpo Bondo, artinya, berjuang tanpa perlu membawa massa, menang tanpa merendahkan/ mempermalukan, berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan/kekuatan/ kekayaan/ keturunan, kaya tanpa didasari hal-hal yang bersifat materi.
5) Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan, artinya, jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri, jangan sedih manakala kehilangan sesuatu.