Sugeng Teguh Santoso: Selain Maladministrasi, Jaksa Penyidik Melekatkan Persangkaan Palsu Kasus Korupsi Pertamina
- Ipw
Banten.viva.co.id – Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, menuding adanya dugaan maladministrasi dan rekayasa dalam penyidikan kasus korupsi Pertamina oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah.
Sugeng meminta Presiden Prabowo Subianto segera mengevaluasi kinerja Jampidsus.
Ia menilai penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Jampidsus berpotensi merusak upaya pemberantasan korupsi.
"Prabowo punya niat baik memberantas korupsi. Tapi jika Jampidsus masih melakukan penyalahgunaan wewenang, cita-cita itu sulit tercapai," ujar Sugeng di Menara Kompas, Jakarta, Kamis 20 Maret 2025.
Menurut Sugeng, Jampidsus terkesan menciptakan sensasi dengan mengumumkan kerugian negara fantastis mencapai ratusan triliun rupiah tanpa dasar yang jelas. Ia mencurigai langkah itu hanya untuk mencari popularitas.
Ia merinci beberapa kasus yang diduga bermasalah dalam penyidikan Jampidsus. Di antaranya kasus Jiwasraya, suap Ronald Tannur, korupsi Pertamina Rp193,7 triliun, serta kasus tata niaga batubara di Kalimantan Timur Rp10 triliun.
Dalam kasus Pertamina, Kejaksaan Agung menetapkan Muhammad Kerry Andrianto Riza, Dimas Werhaspati, dan Gading Ramadhan Joedo sebagai tersangka.
Mereka dituduh melakukan pengoplosan BBM jenis Ron 90 menjadi Ron 92 serta markup biaya pengiriman (shipping) sebesar 13-15%.
Sugeng menyebut tuduhan tersebut salah kaprah. Ia menegaskan blending atau pencampuran BBM yang dilakukan sudah sesuai peraturan pemerintah.
"Kejagung telah keliru memakai istilah 'oplosan'. Ini menyebabkan kerugian besar bagi Pertamina hingga pendapatannya turun 20%," kata Sugeng.
Ia menambahkan, dugaan markup biaya pengiriman juga tidak berdasar.
Margin 13-15% merupakan keuntungan wajar antara PT Pertamina International Shipping dan PT Kilang Pertamina Internasional, bukan keuntungan tersangka.
Sugeng bahkan menyebut jaksa tidak punya bukti kuat dalam menetapkan tersangka. Ia menyebut penetapan tersangka hanya berdasarkan dugaan percakapan WhatsApp yang disalahartikan.
"Ini jelas kriminalisasi. Jaksa penyidik telah melakukan maladministrasi. Persangkaan ini palsu, melanggar Pasal 318 KUHP," tegas Sugeng.
Sugeng juga menyatakan, klaim kerugian negara Rp193,7 triliun oleh Kejagung sama sekali tidak relevan dengan kasus blending maupun markup biaya shipping yang dituduhkan kepada tersangka.
"Kerugian itu tidak ada hubungannya dengan tuduhan kepada para tersangka. Ini semakin jelas bahwa penyidikan ini bukan murni penegakan hukum," ujar Sugeng.
Ia khawatir jika kasus ini terus dibiarkan, akan muncul peradilan sesat (Rechterlijke Dwaling) dan pelanggaran HAM terhadap para tersangka.
"Saya meminta Presiden Prabowo turun tangan segera evaluasi Jampidsus sebelum semakin banyak korban kriminalisasi," tutupnya.