Hayu Dyah Patria, Menggali Potensi Tanaman Liar untuk Ketahanan Pangan
Banten.viva.co.id –Di sebuah desa kecil di Jawa Timur, seorang perempuan berdedikasi sedang membagikan pengetahuan unik kepada warga sekitar.
Hayu Dyah Patria, seorang ahli teknologi pangan dari Sidoarjo, punya misi besar melawan kekurangan gizi dengan memanfaatkan tanaman liar yang kerap diabaikan.
Lahir dan besar di lingkungan pedesaan, Hayu melihat tanaman liar sebagai jawaban untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat, terutama di daerah dengan keterbatasan akses terhadap bahan pangan bergizi.
Hayu memulai misinya di Galengdowo, sebuah desa yang jaraknya cukup jauh dari pusat kota.
Masyarakat di sini sebagian besar hidup dengan bercocok tanam dan bergantung pada hasil kebun.
Sayangnya, masalah gizi masih menjadi tantangan besar. Hayu melihat peluang dari tanaman liar yang sering tumbuh di sekitar desa, seperti kastuba dan krokot.
Di mata orang awam, tanaman ini tak punya nilai lebih, namun bagi Hayu, tanaman ini adalah sumber gizi yang kaya akan nutrisi.
Daun kastuba dan krokot adalah dua tanaman liar yang banyak ditemui di sekitar desa Galengdowo.
Siapa sangka, daun kastuba yang sering dianggap sebagai tanaman liar biasa ternyata mengandung mineral tinggi yang baik untuk tubuh.
Begitu pula dengan krokot, tanaman ini kaya akan asam lemak omega-3 yang penting untuk perkembangan otak anak-anak.
“Daun krokot mengandung omega-3 yang bagus untuk kecerdasan anak. Ini bisa membantu mereka yang kekurangan gizi, tanpa biaya besar,” kata Hayu penuh semangat.
Mengajarkan masyarakat untuk melihat tanaman liar sebagai sumber gizi memang bukan perkara mudah. Awalnya, warga menganggap apa yang Hayu sampaikan hanya sekadar ide tak biasa.
Namun, lewat edukasi dan contoh nyata, Hayu berhasil meyakinkan warga untuk mencoba. Ia mengajarkan cara memanfaatkan tanaman liar ini, baik untuk dikonsumsi langsung maupun diolah menjadi bahan masakan lain.
“Saya ingin warga bisa memetik langsung tanaman ini dari alam, tanpa perlu membeli atau menunggu bantuan pangan,” ujarnya.
Indonesia masih bergulat dengan masalah kekurangan gizi. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2010, angka kekurangan gizi di Indonesia mencapai 17,9%.
Angka ini mencerminkan tantangan besar yang harus dihadapi, terutama di pedesaan yang aksesnya terbatas.
Dengan memanfaatkan tanaman liar yang tumbuh bebas, Hayu berharap bisa memberikan solusi alternatif.
“Ini masuk akal, terutama bagi masyarakat yang sulit menjangkau bahan pangan bergizi. Mereka hanya perlu memetik, tanpa mengeluarkan uang,” jelas Hayu.
Selain memberikan edukasi, Hayu juga mengajarkan cara menanam tanaman liar ini di pekarangan rumah.
Tujuannya agar warga dapat memastikan pasokan makanan bergizi yang stabil. Ia menjelaskan, dengan ketersediaan tanaman kaya nutrisi di pekarangan, masyarakat tidak perlu bergantung sepenuhnya pada bahan pangan dari luar.
“Saya ingin mereka bisa mandiri. Tidak harus beli atau mencari ke pasar, karena tanaman ini bisa tumbuh sendiri di sekitar rumah,” ungkap Hayu.
Upaya Hayu mendapat respons positif. Banyak warga yang mulai melihat tanaman liar dengan cara berbeda.
Mereka menyadari bahwa apa yang tumbuh liar di sekitar rumah mereka ternyata bisa menjadi solusi gizi yang lebih terjangkau.
Kini, warga mulai aktif memetik daun krokot dan kastuba untuk dijadikan tambahan gizi dalam makanan mereka sehari-hari.
Hayu berharap inisiatifnya ini bisa menginspirasi masyarakat lain di berbagai daerah.
Menurutnya, tanaman liar bukan hanya solusi sementara, tapi bisa menjadi bagian dari ketahanan pangan berkelanjutan.
Dengan memanfaatkan tanaman liar yang tumbuh alami, masyarakat bisa meningkatkan kualitas hidup mereka tanpa harus mengeluarkan biaya besar.
Perlahan tapi pasti, program Hayu mulai mendapat perhatian dari berbagai kalangan.
Banyak organisasi masyarakat yang ingin mendukung kegiatannya dan turut serta menyebarluaskan pengetahuan tentang potensi tanaman liar untuk kebutuhan gizi.
Hayu percaya, jika lebih banyak pihak yang terlibat, ketahanan pangan berbasis tanaman liar ini bisa menjangkau lebih banyak daerah.
Apa yang dilakukan Hayu Dyah Patria merupakan langkah kecil dengan dampak besar.
Pada tahun 2011, Hayu Dyah Patria menerima Apresiasi SATU Indonesia Awards di bidang lingkungan, sebuah program yang diinisiasi oleh Astra untuk menghargai anak-anak muda yang melakukan kegiatan bermanfaat bagi masyarakat.