Kasus Surat Wasiat Palsu dan Perusakan Pagar Kedai DJHA Diduga Mandeg di Polda Banten

Sabarto Saleh Menunjukkan SHM lahan DJHA
Sumber :
  • Banten Viva

Banten.viva.co.id - Penanganan kasus perusakan pagar kedai Durian Jatuhan Haji Arif (DJHA) dan dugaan pembuatan surat wasiat palsu disebut pelapor masih mandeg di Polda Banten

Cek Tiga Pelabuhan di Banten yang Beroperasi Selama Libur Nataru

Padahal laporan yang dilayangkan oleh pemilik kedai Sabarto Saleh sudah berlangsung pada bulan November 2023. Dari laporan itu sudah ada enam orang ditetapkan menjadi tersangka. Hal itu berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejati Banten pada 6 Desember 2023. 

"Itu sudah diproses dan sudah menjadi tersangka dan juga sudah ada pengantar dari Dirkrimum tapi sampai sekarang berkasnya masih di Polda Banten," kata Sabarto di Serang, Jumat (22/3/2023).

Ada Balai Pelatihan untuk Mengurangi Pengangguran di Banten, Cek Apa Saja Isinya Disini

Keenam orang yang sudah ditetapkan tersangka di antaranya berinisial NC, AW, DF, AN, SM dan AP. 

Sabarto mengeluhkan penanganan laporannya tersebut lantaran hingga hari para pelaku tak kunjung ditahan, apalagi disidangkan. Hal itu menjadi tanda tanya besar bagiannya terkait ke profesionalannya Polda Banten dalam menuntaskan laporannya.

Tim Pembina Samsat Bergerak Bantu Korban Banjir di Kabupaten Pandeglang

Bahkan dikatakan Sabarto, salah satu tersangka berinisial AW merupakan putra almarhum Haji Arif pengelola DJHA, masih menguasai kedainya yang berlokasi di jalan raya Serang Pandeglang tepatnya di Kecamatan Baros, Kabupaten Serang tersebut.

"Ini yang saya pertanyakan (penanganan kasusnya) dan membiarkan AW beserta komplotannya menguasai tempat saya,"keluhannya.

Sebagai warga negara Indonesia, Sabarto meminta keadilan hukum atas laporan yang dibuatnya. Untuk itu ia meminta kepada penyidik untuk segera menahan dan melimpahkan berkas ke Kejaksaan untuk segera disidangkan.

"Kami minta AW dan pelaku lain di tahan dan segera limpahan berkas itu ke kejaksaan segera,"pintanya.

Dalam dalam menghadapi kasus ini,  Sabarto menduga AW menjual pengaruh salah satu tokoh ulama karismatik di Banten.  Sabarto menyakini tokoh tersebut tidak tau tahu menahu dan hanya dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu.

"Mari kita bantu dan bersihkan nama tokoh tersebut, jangan dipakai oleh oknum yang tidak bertanggungjawab ini," ungkapnya.

Sabarto membeberkan, lahan DJHA yang merupakan miliknya setelah dibeli dari H Agus Juhra pada tahun 2005. Kemudian muncul surat wasiat Haji Arif jika lahan tersebut harus dibagi dua. 

Surat wasiat itu dijadikan dasar AW menggugat Sabarto ke pengadilan negeri (PN) Serang.  Sabarto yakin surat wasiat tersebut diduga palsu. Padahal dulunya H Arif hanya diajak untuk mengelola kedai DJHA.

Lalu Sabarto  ingin mempertahankan haknya, kemudian melakukan pemagaran kedai DJHA. Akan tetapi pagar tersebut dirusak oleh AW dan komplotanya.

"Saya melaporkan kejadian ini, dengan harapan mendapatkan keadilan, dengan keputusan yang obyektif, tegak lurus dan normatif tanpa intervensi dari pihak manapun yang tidak berdasar," paparnya.

Penasehat Hukum Sabarto dari Kantor Hukum Eraf LAW Firm dan Partner Afdil Fitri Yadi mengatakan, ada tiga pasal yang di laporkan kliennya ke Polda Banten, yakni pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, pasal 170 KHUP tentang pengeroyokan dan pasal 406 KUHP tentang perusakan barang. 

Namun Afdil mengaku prihatin dan menyayangkan dengan kinerja Polda Banten terhadap penanganan laporan kliennya. Padahal jika di perbandingan dengan kasusnya lain yang ditangani oleh Polda Banten. Misalkan kasus penangkap baru-baru ini terhadap tersangka CC (48) yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) terkait pemalsuan surat.

"Kasusnya sama (pasal) 263 terkait pemalsuan surat. Beliau (CC) DPO di cari untuk ditahan, nah sekarang yang didepan mata gak ditahan enam orang ini. Padahal kasusnya sama, ada apa dengan Polda Banten," sesal Afdil.

Untuk itu ia memohon kepada jajaran Kapolri hingga Kapolda Banten Irjen Pol Abdul Karim untuk memerintahkan penyidik untuk segera menuntaskan kasus tersebut.

Lebih lanjut, Afdil mengungkapkan, gugatan perdata yang dilayangkan AW selaku anak pengelola DJHA ke pengadilan Negeri (PN) Serang berdasarkan surat wasiat dari almarhum haji Arif. 

Surat wasiat tersebut dibuat 2009, lima tahun sebelum Haji Arif meninggal dunia, dimana ia meninggal pada 2014. Sayang surat wasiat itu dinilai banyak kejanggalan.

"(Surat wasiat) dibuat 2009, materai (6000) yang ditempel (buatan) tahun 2014,"ujarnya.

Hal itu diketahui setelah ada keterangan dari Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, jika materai dibuat tahun 2014. Diperkuat lagi dari keterangan salah satu saksi bernama Daenuri yang tercantum dalam surat wasiat mengaku tidak melihat Haji Arif menandatangani surat tersebut.

"Saat diminta menandatangani surat wasiat, ia (Daenuri) tidak melihat haji Arif menandatangani surat wasiat itu. Dia disuruh tanda tangan, dimana haji Anwari tandatangan duluan, lalu di susul M. Ajid. M.Ajid ini anaknya almarhum Haji Arif, tandatangan kedua tidak ada. Itu keterangan dari saksi Daenuri," bebernya. 

Kemudian muncul surat ralat dari M. Ajid. Dimana ia menyatakan jika surat wasiat tersebut palsu. Dari keterangan saksi di pengadilan dan surat ralat M. Ajid serta keterangan dari Dirjen pajak, Afdil berkesimpulan jika surat wasiat tersebut diduga palsu. Sebab seluruh lahan DJHA atas nama kliennya dengan bukti berupa sertifikat hak milik.

"Jelas surat wasiat ini diduga palsu,"tutupnya.