Dugaan Rekayasa Kasus, Penyidik Polres Kutai Barat Dilaporkan IPW ke Propam Mabes Polri
Mengingat wilayah ini merupakan tanah adat dengan resistensi sosial tinggi, perusahaan tambang batubara tersebut membutuhkan figur berpengaruh seperti Isran Kuis untuk membantu kelancaran proses pembelian lahan.
Kedua belah pihak sepakat bahwa Isran Kuis akan lebih dulu membeli tanah dari masyarakat dan menjualnya kembali ke PT ISM dengan harga Rp30.000 per meter persegi.
Perjanjian ini disaksikan oleh notaris Maria Olympia Bercelona Djoka dan Ivana Victorya Kamaluddin.
Namun, pada 27 Desember 2024, penyidik Polres Kutai Barat menetapkan Isran Kuis sebagai tersangka berdasarkan BAP yang diduga telah dimanipulasi.
Salah satu keterangan penting dalam perjanjian awal, yakni kesepakatan harga tanah sebesar Rp30.000 per meter persegi, tiba-tiba hilang dari dokumen penyidikan pada 13 Agustus 2024.
Putra Isran Kuis, Romi, yang hadir mendampingi ayahnya saat pemeriksaan, sempat memprotes penghapusan informasi tersebut. Namun, penyidik mengabaikan protes tersebut dan tetap melanjutkan penyidikan.
Dari hasil investigasi, IPW menemukan bahwa PT ISM masih memiliki kewajiban pembayaran sebesar Rp5,05 miliar kepada Isran Kuis.