Tiga Variabel yang Bisa Timbulkan Polarisasi Ekstrem, GSP Tegaskan Pilpres Sekali Putaran Lebih Baik
"Kalau di masa lalu kompetisi atau debatnya negara Islam atau bukan negara Islam," tambahnya.
Kedua, lanjut Qodari terjadi polarisasi karena ada provokasi dari elit politik yang sengaja menggunakan isu-isu kesukuan, agama, ras dan antar golongan serta politik identitas, untuk meraih kemenangan dalam kontestasi.
"Yang kedua provokasi dari elit politik dalam bagian tim pemenangan akhirnya isu-isu itu diambil, dipakai untuk membingkai pertarungan," katanya.
Terakhir, lanjut Qodari, polarisasi terjadi sebab problem desain konstitusi karena pemenang mensyaratkan minimal meraih suara 50%+1 dalam pilpres.
“Ketiga saya menilai bahwa konstitusi kita ini punya kontribusi terhadap polarisasi di masyarakat, kenapa demikian karena konstitusi kita mengatur bahwa pemenang pilpres itu harus 50+1 persen, sehingga akhirnya ada putaran kedua dalam kompetisi dimana ada beberapa calon harus maju ke putaran kedua,” ucapnya.
“Jadi poin ketiga ini saya himbau teman-teman DPR/MPR untuk pertimbangkan lah agar amandemen, agar jangan sampai ke depan itu dihantui dengan potensi polarisasi. Nah ini tentu saja sesuatu yang subjektif saya, belum tentu disetujui bisa saja nanti gak masalah, gak apa-apa dua berhadapan,” tambahnya.
Lebih jauh Qodari menjelaskan, potensi sekali putaran pada Pilpres 2024 sangat terbuka lebar oleh capres nomor urut 2 Prabowo-Gibran jika merujuk pada hasil survei beberapa lembaga survei kredibel pada bulan Desember ini.