Nisfu Syaban, Sejarah dan Hukum Melaksanakannya
- NU Online
Terkait teknis peringatan malam Nisfu Syaban, ada sekitar dua perbedaan pendapat dikalangan ulama Syam.
Pertama, disunahkan menghidupkan malam Nisfu Syaban secara jamaah di masjid. Menggunakan pakaian terbaik mereka, membakar dupa (bukhur) dan mereka i'tikaf di dalam masjid. Ishaq bin Rahawaih menyetujui atau tidak mengingkari apa yang mereka lakukan. Ia juga berkata, "Menghidupkan malam Nisfu Sya'ban di masjid-masjid secara berjamaah bukanlah bid'ah," pendapat ini di nukil oleh Harb Al-Karmani dalam kitab Masa'ilnya.
Kedua, dimakruhkan berkumpul di dalam masjid-masjid untuk menghidupkan malam Nisfu Syaban dengan shalat, berdoa dan menyampaikaan kisah-kisah teladan, namun tidak dimakruhkan shalat sendiri untuk menghidupkan malam Nisfu Syaban. Ini adalah pendapat Imam Al-Auza'i, seorang imam, ahli fiqih dan alimnya negeri Syam. (Al-Qasthalani, Al-Mawahib Al-Laduniyah, juz III, halaman 301).
Demikian, di atas adalah dua pendapat yang disampaikan oleh Imam Al-Qasthalani dalam kitabnya Al-Mawahib Al-Laduniyah.
Intinya, perbedaan pendapat ulama terkait teknis menghidupkan malam Nisfu Syaban. Sebagian ulama mengatakan sunah dikerjakan secara berjamaah, sebagian lain memakruhkan secara berjamaah, namun jika pelaksanaannya sendiri tidak makruh.