Putusan Ted Sioeng, Antara MA, KY dan Keadilan
- Istimewa
Banten.Viva.co.id - Terdakwa Ted Sioeng yang sudah berusia 80 tahun dijatuhi vonis tiga tahun kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), atas tudingan penyebab kerugian keuangan Bank Mayapada sebesar Rp133 miliar dan dianggap melanggar Pasal 378 KUHP.
Disisi lain, terdakwa telah membayar Rp70 miliar dari total pinjaman Rp203 miliar. Kemudian, kelompok usaha Sioengs Group sudah ditetapkan pailit oleh pengadilan niaga.
"Jika sudah digugat secara perdata, seharusnya tidak bisa lagi dipidanakan," ucap Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hardjar, Senin, 24 Maret 2025.
Mahkamah Agung (MA) memiliki peran untuk meluruskan putusan hakim sebelumnya, jika dianggap tidak sesuai, melalui jalur kasasi, "Jika perkara pidananya sampai Kasasi, maka MA bisa meluruskan dan memutuskan itu sebagai perdata," tuturnya.
Usia terdakwa kemudian putusan pengadilan niaga seharusnya menjadi pertimbangan hakim dalam mengambil putusan, demi keadilan bagi seluruh pihak, "Jadi pertimbangan hakim untuk mengambil keputusan kalau jaksa yang menuntut," tutur Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Borobudur, Prof. Faisal Santiago, Senin, 24 Maret 2025.
Suasana Persidangan Ted Sioeng.
- Istimewa
Menurut mantan Kabareskrim Polri, Komjen Pol Ito Sumardi, tidak semua kasus perdata bisa berubah menjadi pidana.
Pensiunan jendral bintang tiga itu menjelaskan, hukum perdata mengatur hak dan kewajiban antarindividu, sedangkan hukum pidana melibatkan pelanggaran norma hukum yang merugikan masyarakat luas.
"Tidak semua pelanggaran perdata dapat dipidanakan. Proses pidana hanya berlaku jika memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai hukum yang berlaku," ucapnya.
Menurutnya, kasus perdata yang telah diputus pailit dapat dilaporkan sebagai pidana jika terdapat unsur tindak pidana dalam perbuatan debitur nya seperti penggelapan Pasal 372 KUHP, penipuan Pasal 378 KUHP atau pengalihan aset secara melawan hukum, maka hal tersebut dapat diproses secara pidana meskipun sudah ada putusan pailit.
"Contohnya jika debitur menggunakan harta pailit untuk kepentingan pribadi atau membayar pihak tertentu tanpa persetujuan kurator. Harta pailit yang telah disita secara umum oleh kurator tetap dapat disita untuk kepentingan penyidikan pidana jika terkait tindak pidana. Namun, hal ini sering menimbulkan konflik hukum antara sita umum kepailitan dan sita pidana," tutur Ito.
Jika putusan pidana dianggap tidak sesuai, kata dia, Mahkamah Agung memiliki peran dan mekanisme untuk menanganinya. MA, lanjutnya, dapat mengoreksi kesalahan penerapan hukum atau kekeliruan dalam putusan pengadilan tingkat bawah melalui proses kasasi.
"Tujuan kasasi adalah memastikan keseragaman hukum dan menciptakan hukum baru jika diperlukan," kata Ito.
Langkah selanjutnya yakni Peninjauan Kembali (PK) jika putusan telah berkekuatan hukum tetap. Dalam perkara ini, Komisi Yudisial (KY) juga memiliki peran untuk mengawasi perilaku hakim.
"Jika ada indikasi pelanggaran kode etik atau perilaku tidak profesional dalam proses pengadilan, KY dapat memeriksa hakim terkait. Namun, KY tidak memiliki kewenangan untuk mengubah putusan pengadilan," jelasnya.