Tak Terima Anak Ditetapkan Tersangka Penganiayaan, Anggota DPRD Banten Laporkan Penyidik dan Ajukan Praperadilan
- Yandi Sofyan/banten.viva.co.id
"Ini salah satu yang kami soroti juga penanganan perkara penyidik Polda Banten, kenapa ada 2 laporan tapi cuma 1 yang naik? Kita ada bukti kalau mereka duluan yang melakukan pemukulan," ujar Iwan.
"Pada saat kejadian itu pihak keluarga ibu Diasmarni langsung ke Polda Banten, tapi menurut keluarga itu tidak ditanggapi, tapi yang ditanggapi justru cuma laporan dari mereka," lanjutnya.
Saat disinggung mengenai kesepakatan antara pihak Djasmarni dengan pihak sekuriti yang dilakukan seminggu sebelum insiden perkelahian terjadi, Iwan menegaskan bahwa kliennya hanya ingin mengakses lahan miliknya tanpa ada intervensi dan intimidasi dari pihak manapun.
Sebab, kata Iwan, tudingan lahan milik Djasmarni masih dalam proses sengketa tak dapat dibuktikan lantaran saudari Neneng Aisyah yang mengklaim memiliki AJB atas lahan seluas 500 meter itu tak pernah mengajukan gugatan praperadilan.
"Saudari Neneng yang ngerasa sebagai pemilik kok PT BMP yang datang menghalangi. Ini yang jadi pertanyaan besar kenapa AJB ditandingkan dengan SHM. Sedangkan belum ada pembuktian dari saudari Neneg soal keabsahan AJB-nya itu, dan saudari Neneng bukan pihak yang ikut bersepakat dalam musyawarah itu," terangnya.
Lebih lanjut, Iwan menjelaskan, keabsahan SHM yang dipegang Djasmarni telah melalui proses dan tercatat di BPN setempat hingga pernah menjaminkan lahan tersebut ke bank. Sehingga menurutnya wajar bila Djasmarni tidak perlu menempuh izin ke pihak Neneng Aisyah yang mengklaim memiliki AJB saat akan melakukan pemagaran di lahan tersebut.
"SHM ibu Djasmarni sudah melalui proses yuridis dan tinjauan di lapangan, lahannya sudah pernah diukur dan surat ukurnya dibuatkan tahun 2010. Pemegang sebelumya atas nama Rina Wandidi, dan sudah tercatat di BPN. Dan ibu Djasmarni itu sebagai pembeli di tahun 2013, dan ada pencatatan tanggungan dari bank Bukopin di tahun 2013 juga," ungkapnya.