Wanita yang Mengalami Menstruasi Lebih dari 15 Hari Boleh Shalat, Begini Penjelasanya!

Foto ilustrasi wanita sedang shalat. (Pinterest)
Sumber :

Pendapat senada juga disampaikan oleh Syekh Sulaiman al-Bujairami al-Mishri dalam kitab Hasiyah al-Bujairami ‘alal Khatib, Syekh Zakaria al-Anshari dalam kitab Fathul Wahhab, Syekh Sulaiman al-Jamal dalam kitab Hasiyah al-Jamal, dan beberapa ulama lainnya, yang mengatakan bahwa darah yang tembus keluar setelah adanya upaya penyumbatan tidak berbahaya, dan wanita istihadhah boleh langsung wudhu untuk shalat, dengan syarat tembusnya darah tersebut tidak karena sembrono dalam menyumbatnya.

Sadis ! Emak-emak di Tangerang Tusuk Penjaga Toko hingga Tewas Cuma Karena Tak Terima Ditegur

وَلَوْ خَرَجَ الدَّمُ بَعْدَ الْعَصَبِ لِكَثْرَتِهِ لَمْ يَضُرَّ أَوْ لِتَقْصِيرِهَا فِيهِ ضَرَّ

Artinya, “Jika darah (istihadhah) keluar setelah menyumbat (kemaluan) karena banyaknya (darah), maka tidak berbahaya. Atau, jika keluarnya karena sembrono maka berbahaya.” (Syekh Bujairami, Hasiyah al-Bujairami ‘alal Khatib, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: tt], juz III, halaman 216. Syekh Zakarian al-Anshari, Fathul Wahab, I/50. Sulaiman al-Jamal, Futuhah al-Wahab, I/243).

Kumpulan Karya Puitis Cinta Kahlil Gibran

Sementara itu, para ulama berbeda pendapat perihal status ma’fu (dimaafkan) dan tidaknya darah istihadhah. Imam Ibnu Hajar al-Maki dan Ibnu ar-Rif’ah mengatakan bahwa darah istihadhah hukumnya ma’fu, baik sedikit atau banyak. Sedangkan Imam Ramli al-Mishri dam Imam an-Nasya’i mengatakan ma’fu jika darahnya sedikit dan tidak ma’fu jika darahnya banyak.

Namun demikian, yang dimaksud ma’fu dalam pembahasan ini adalah hanya untuk shalat yang sedang ia hadapi saja, selebihnya ia wajib mengulangi basuhan dan membersihkan atau memperbaharui pembalutnya kembali.

Kutipan Cinta Karya Kahlil Gibran

Contoh: wanita istihadhah hendak mengerjakan shalat Zhuhur, kemudian ia membersihkan dan menyumbat kemaluannya, namun setelah itu darahnya masih keluar, maka darah yang keluar ini hukumnya ma’fu hanya untuk shalat Dzuhur saja, sedangkan untuk shalat Ashar, Maghrib, Isya dan seterusnya, ia wajib untuk membersihkannya kembali. Syekh Sulaiman al-Jamal dalam kitabnya mengatakan:

وَقَوْلُهُ بِالنِّسْبَةِ لِتِلْكَ الصَّلَاةِ خَاصَّةً، وَأَمَّا بِالنِّسْبَةِ لِلصَّلَاةِ الْآتِيَةِ فَيَجِبُ غَسْلُهُ وَغَسْلُ الْعِصَابَةِ أَوْ تَجْدِيدُهَا بِحَسَبِ الْإِمْكَانِ

Halaman Selanjutnya
img_title