6 Wanita Diamankan Usai Hendak Jadi PMI Non-Prosedural di Wilayah Konflik
- Sherly/viva
Banten VIVA - Sebanyak 6 wanita dari berbagai wilayah di Indonesia berhasil diamankan, pihak Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Keenamnya diamankan saat hendak berangkat menuju Irak, Timur Tengah, sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) Non-Prosedural, melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Abdul Kadir Karding mengatakan, keenam wanita tersebut berasal dari NTB (Nusa Tenggara Barat), Cianjur, Makassar.
"Ini dari berbagai daerah, dan memiliki latar belakang yang berbeda juga, ada yang jadi guru, lalu ahli bahasa, bahkan pendidikannya juga ada yang sampai Strata 1 (S1), yang mana memang tujuan mereka berangkat ke luar negeri untuk mendapatkan pekerjaanndan disini merrka akan di kirim ke wilayah konflik, Irak," katanya di Sentra PMI Tangerang, Minggu, 10 November 2024.
Lanjutnya, dari beberapa kasus, negara Arab menjadi tujuan favorit PMI (Pekerja Migran Indonesia) lantaran, adanya pandangan keagamaan.
"Memang Arab ini jadi salah satu negara favorit, terutama di NTB, saya bicara dengan Gubernurnya bahkan, bisa seribu yang berangkat ke sana untuk bekerja. Alasannya, karena sebuah pandangan, karena muslim punya pandangan disana tanah barakah (berkah). Sehingga selain kerja, tentu mereka ingin mendapat berkah dan berdoa disana," ujarnya.
Pihaknya juga sudah meminta pada tim reaksi cepat dari Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), UPT (Unit Pelayanan Terpadu) dan kepolisian untuk melakukan penelusuran.
"Dari kasus ini, jangan hanya berhenti di 3 orang, yakni DC, AG, CB. Harus ditelusuri semua jaringan itu, dan saya tentu akan menyampaikan ke kapolri supaya di-back-up serius. Dan para pelaku yang suka main perorangan begini tuh dilarang, menurut undang-undang soal TPPO pengiriman perorangan. Lalu, menurut undang-undang akan dihukum paling tidak 10 tahun sangkaanya dan denda bisa sampai 5 miliar, jadi jangan main-main terhadap hal seperti ini," ungkapnya.