Tiap Desa Setor Rp5,4 Juta, Kegiatan Pembinaan Desa oleh DPMPD Pandeglang Diduga Salahi Aturan

Kegiatan DPMPD Pandeglang
Sumber :
  • Instagram @dpmpdpandeglang

Banten.viva.co.id –Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) dan Inspektorat Kabupaten Pandeglang Banten diduga keruk dana desa yang totalnya mencapai miliaran rupiah.

Kunjungan ke Tangerang, Ini Catatan Mendes Soal Pembangunan Agrowisata di Desa Sodong

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari sejumlah Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Pendamping Desa di Kabupaten Pandeglang.

DPMPD dan Inspektorat mengeruk dana desa dari 326 desa se-Kabupaten Pandeglang melalui sebuah kegiatan yang pada pelaksanaannya pun diduga melanggar aturan yang ada. Masing-masing desa rata-rata Rp5 juta sampai Rp7 juta.

Mendes Minta Pemkab Tangerang Data 200 Desa Untuk Program MBG

Kegiatan tersebut yakni pembinaan aparatur desa dan BPD terkait "Penyusunan Dokumen Keuangan Desa". Hingga Jumat 8 Desember 2023, kegiatan ini sudah berlangsung selama beberapa hari di desa-desa yang ada di Kabupaten Pandeglang. 

Rahmat Hidayat, salah seorang TPP Pendamping Lokal Desa yang bertugas di Kecamatan Kaduhejo mengungkapkan, kegiatan ini merupakan arahan mendadak dari DPMPD kepada seluruh pemerintah desa di Pandeglang.

Begini Klarifikasi Jubir Soal Cabup Pandeglang Raden Dewi Bagi-bagi Uang Rp50 Ribu ke Emak-emak

Kegiatan ini dipastikan merupakan arahan dari DPMPD, sebab menurutnya, selain adanya pengakuan dari para kepala dan perangkat desa, juga baru-baru ini ada surat DPMPD Pandeglang.

Dimana surat tersebut dengan nomor 141/4937/DPMPD/XII/2023 perihal pemberitahuan jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut. 

Selain itu, kata dia, sebelumnya kegiatan ini pun tidak pernah ada baik pada dokumen perencanaan desa maupun pada APBDes 2023.

Rahmat mengatakan, di wilayah dampingannya, yaitu di Kecamatan Kaduhejo, beberapa desa diketahui sudah menyetorkan dana yang bersumber dari dana desa sebesar Rp5,4 juta kepada pihak DPMPD Kabupaten Pandeglang.

Peruntukan dana Rp5,4 juta yang disetorkan oleh pemerintah desa ke pihak DPMPD itu, lanjut Rahmat, yakni untuk pembayaran honorarium tiga narasumber yang mengisi kegiatan pembinaan aparatur desa dan BPD tersebut.

"Tiga narasumber itu meliputi satu orang dari DPMPD, satu dari Inspektorat ditambah satu orang pendamping narasumber dari unsur kecamatan setempat. Per satu orang narasumber terhitung dibayar Rp1,8 juta. Totalnya setiap desa bayar honor narsum Rp5,4 juta," katanya.

Namun yang membuatnya tak habis pikir, tandas Rahmat, pada saat pelaksanaan kegiatan, narasumber dari DPMPD dan Inspektorat malah dinilainya telah mengajari pemerintah desa melanggar aturan dan ketentuan yang ada. Yaitu dalam hal waktu pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai.

"Honor narasumber yang dibayarkan oleh pemerintah desa Rp900 ribu per jam per orang. Maka ketika desa bayar 5,4 juta, seharusnya kegiatan dilaksanakan selama 6 jam, masing-masing narasumber menyampaikan materi selama 2 jam, tetapi ini waktu pelaksanaan kegiatan rata-rata tidak sampai 3 jam, bahkan ada yang hanya 2 jam," terang Rahmat.

Parahnya lagi, lanjut Rahmat, kegiatan yang diinisiasi oleh DPMPD selaku pembina pemerintah desa bersama Inspektorat selaku pengawas, pada pelaksanaannya diduga mengabaikan ketentuan yang tercantum dalam Permendagri nomor 20 tahun 2018 tentang pedoman pengelolaan keuangan desa.

Pelaksanaan kegiatan ini dinilainya mengabaikan ketentuan Permendagri 20/2018, terang Rahmat, lantaran hingga saat ini masih ada pemerintah desa yang belum mengesahkan APBDes perubahan. 

Hal itu disebabkan oleh lambatnya peluncuran Perbup tentang pedoman penyusunan APBDes perubahan oleh Bupati Pandeglang.

Namun karena jadwal pelaksanaan kegiatan sudah ditetapkan oleh DPMPD, maka pada akhirnya mau tidak mau, siap tidak siap, pemerintah desa harus melaksanakan kegiatan tersebut sesuai jadwal.

"Acuan atau dasar pelaksanaan setiap pelaksanaan kegiatan di desa itu adalah APBDes. Untuk kegiatan pembinaan aparat desa ini diinstruksikan agar dianggarkan oleh pemerintah desa di APBDes perubahan, tapi masih ada desa yang APBDes perubahannya belum disahkan, namun kegiatan sudah dilaksanakan, artinya kegiatan ini tidak memiliki dasar atau acuan," paparnya.

Selain itu, pada saat pelaksanaan kegiatan kemarin, hampir seluruh pemerintah desa belum memiliki dokumen perencanaan berupa RAB kegiatan. 

"Sementa kita (TPP) pun tidak sempat melakukan fasilitasi persiapan pelaksanaan kegiatan, karena tidak ada koordinasi, baik dari DPMPD maupun kecamatan, padahal di pasal 128 PP 43/14 disebutkan dengan jelas bahwa camat diharuskan melakukan koordinasi terkait pendampingan masyarakat desa di wilayahnya," paparnya .

Lebih lanjut Rahmat mengungkapkan, dugaan pelanggaran yang terjadi pada kegiatan ini bukan hanya itu, juga pada penyerahan horoarium narasumber yang dikolektif oleh DPMPD. Padahal, kata dia, seharusnya honorarium narsum ini diterima langsung oleh yang bersangkutan.

Sehingga ketidakberesan selanjutnya yang terjadi adalah, narasumber belum menanda tangani bukti penerimaan honorarium meski uang sudah dikeluarkan oleh pemerintah desa. Padahal, itu merupakan salah satu bahan untuk peng-LPJ-an desa.

"Yang juga membuat miris, narsum ini dimonopoli oleh Inspektorat dan DPMPD. Seharusnya desa diberikan keleluasaan untuk menentukan Narsum pada kegiatan ini, karena masih banyak pihak yang kompeten untuk memberikan materi terkait dokumen penyusunan keuangan desa," ujarnya.

Atas adanya persoalan ini, pihaknya mengaku telah melaporkannya ke Kementerian Desa PDTT. Ke depan, ia tidak menginginkan hal semacam ini terulang lagi.

"Laporan secara online sudah disampaikan, rencananya dalam waktu dekat ini kita juga akan menyampaikan laporan secara langsung ke Kementerian Desa. Sudah ada beberapa TPP perwakilan dari beberapa Kecamatan yang siap berangkat," ujarnya.

Hal yang sama disampaikan Fusaeri, TPP lainnya yang bertugas di Kecamatan Banjar. Desa-desa di wilayah dampingannya, kata dia, secara serentak melaksanakan kegiatan tersebut pada beberapa hari lalu.

Selaku pihak yang diberi amanat oleh Kementerian Desa PDTT untuk melakukan pendampingan realisasi dana desa, ia mengaku amat menyesalkan hal ini terjadi.

Lantaran seharusnya, kata dia, seluruh pelaksanaan kegiatan desa harus atas dasar hasil musyawarah desa (Musdes) yang kemudian dituangkan dalam dokumen perencanaan desa dan APBDes.

"Bukan atas dasar pesanan pihak-pihak tertentu, terlebih pada pelaksanaannya cenderung menyalahi aturan," katanya.

Kepala Bidang (Kabid) Bina Keuangan Desa pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kabupaten Pandeglang Yoga Natawijaya mengatakan terkait APBDes perubahan, sudah ditetapkan pada 31 Oktober 2023.

"Sudah dibuat oleh Desa, penetapan APBDes perubahan itu kan tanggalnya 31 Oktober. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan bulan November. Kita nggak mungkin melaksanakan kegiatan yang belum ada di APBDes Perubahan," katanya. 

Terkait kegiatan dilaksanakan hanya dua jam meski sudah dianggarkan Rp5,4 juta untuk waktu 6 jam menurutnya tidak menyalahi aturan, karena kata Yoga, dilaksanakan dengan sistem panel. 

"Pelaksanaannnya dipanelkan, ada tiga narasumber yang melaksanakan kegiatan di waktu yang sama. Itu sistem panel, jadi terpenuhi, sama lah dengan di Kemendagri, nggak masing-masing (menyampaikan materi) dua jam, tapi langsung sekaligus, sama dengan kegiatan penyuluhan hukum," ujarnya. 

Yoga juga membantah soal narasumber yang tidak menandatangani bukti penerimaan honorarium. Kecuali desa yang belum merealisasikan atau membayarkan honor narasumber.

"Soal tanda tangan bukti penerimaan honor narasumber itu ada. Ada, hanya pelaksanaannya ada beberapa desa yang belum merealisasikan honor narsum itu," ucapnya. 

Terkait narasumber yang hanya dari DPMPD dan Inspektorat, menurutnya hal itu disesuaikan dengan substansi tema kegiatan.

"Soal narasumber, kita lihat substansi tema kegiatannya dulu , kegiatan yang kemarin terkait penyusunan keuangan desa, narasumber yang dilibatkan otomatis inspektorat, karena Meraka yang menguasai," tandasnya.