Skandal di Balik Pemilihan Ketua MA: Prabowo Mendukung Yulius Adalah Hoax

Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto
Sumber :
  • Ist

Banten.viva.co.id –Pemilihan Ketua Mahkamah Agung (MA) yang digelar pada Rabu, 16 Oktober 2024, menjadi sorotan publik setelah beredar informasi palsu terkait dukungan Prabowo Subianto terhadap Yulius , Ketua Kamar TUN, sebagai calon Ketua MA. 

Kabar ini berhembus di kalangan internal hakim agung dan semakin menambah kompleksitas pemilihan untuk menggantikan Muhammad Syarifuddin yang segera pensiun.

Beredarnya informasi ini terjadi usai pertemuan antara Ketua MA Muhammad Syarifuddin dan Prabowo di Kertanegara pada 10 Oktober 2024. 

Dalam pertemuan itu, yang juga dihadiri oleh Sultan Bachtiar Najamudin, tidak ada pembahasan mengenai pemilihan Ketua MA, kecuali hanya terkait tata pelantikan presiden terpilih.

Seorang sumber dekat Prabowo dengan tegas menyatakan bahwa informasi tentang dukungan Prabowo terhadap Yulius adalah hoax

“Informasi mengenai Prabowo dukung Yulius menjadi Ketua MA itu 100% hoax “ ujar sumber di dekat lingkaran Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Menurut Jerry Massie, Direktur Kajian Politik dan Kebijakan Publik (P3S), informasi palsu ini diduga disebarkan oleh oknum yang selama ini mendapat keuntungan melalui praktik "markus" di MA, berkat hubungan dekat dengan Syarifuddin.

Selain itu, Massie mengisyaratkan adanya dugaan "hadiah" berupa properti yang diterima oleh petinggi MA, seperti satu unit cottage di Golf Suwarna, Cengkareng, dan restoran steak di Jakarta Selatan. 

Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik suap dan korupsi di kalangan hakim agung.

Massie juga mengkritik lemahnya manajemen di MA, yang menyebabkan krisis kepercayaan publik. 

Ia menegaskan bahwa MA perlu segera melakukan perbaikan untuk memulihkan citranya sebagai lembaga keadilan tertinggi di Indonesia.

Selain Yulius, kandidat lain seperti Sunarto dan Suharto juga menghadapi masalah serius. Keduanya dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi pemotongan honorarium hakim agung (HPP) sebesar Rp 97 miliar pada anggaran tahun 2022 hingga 2024.

Terkait masalah ini, pemotongan HPP tersebut diduga telah mendapat “legitimasi” melalui berbagai surat keputusan dari Sekretariat MA. 

Namun, legitimasi tersebut dinilai tidak cukup untuk menghindari unsur korupsi dalam kasus tersebut.

Dengan terungkapnya berbagai kasus suap dan korupsi yang melibatkan oknum di MA, Massie menyarankan agar Sunarto dan Suharto fokus pada pemeriksaan terhadap mereka daripada mencalonkan diri sebagai Ketua MA. 

Mahkamah Agung, yang saat ini tengah dilanda skandal besar, perlu segera memperbaiki kelemahannya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.