Aktivis 98 Minta MK Tolak Gugatan Syarat Minimum Usia Capres-cawapres
- Viva.co.id
Banten.Viva.co.id - Mahkamah Konstitusi (MK), dijadwalkan membacakan putusan gugatan syarat usia minimal capres cawapres pada Senin, 15 Oktober 2023, sekitar pukul 10.00 wib. Putusan bakal dibacakan, usai MK menyelesaikan pemeriksaan perkara yang diajukan pemohon, nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023.
Perkara tersebut mempersoalkan Pasal 169 huruf q Undang-undang (UU) nomor 7 tahun 2017, tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang mensyaratkan capres dan cawapres untuk berusia paling rendah 40 tahun. Para pemohon meminta MK untuk menurunkan syarat usia capres dan cawapres dengan alasan bahwa syarat tersebut diskriminatif bagi kelompok orang muda, seperti yang didalilkan pada Permohonan Nomor 29/PUU-XXI/2023.
Baca Juga :
Alasan Pj Gubernur Banten Kenalkan Bacaleg DPR RI dari Partai Nasdem Di Acara Resmi
AHY Sampaikan Agenda Pilpres dan Pileg 2024, Demokrat Banten Minta Kader Rapatkan Barisan
Nongkrong Asik Di Cafe Gue Cilegon
Praktisi Hukum yang juga mantan Aktivis 98 Ridwan Darmawan menilai, MK perlu menolak permohonan tersebut karena batas usia minimal capres dan cawapres bukanlah isu konstitusional, melainkan pilihan kebijakan (open legal policy) pembuat UU, yakni Pemerintah dan DPR.
Dalam beberapa putusan sebelumnya, MK konsisten berpendirian bahwa syarat usia jabatan publik merupakan open legal policy yang sepenuhnya merupakan kebebasan pembentuk undang-undang untuk mengatur.
"Ini merupakan ujian terhadap kredibilitas dan konsistensi Mahkamah Konstitusi tentang open legal policy syarat usia jabatan publik," ungkap Ridwan Darmawan, melalui pesan elektroniknya, Minggu, 15 Oktober 2023.
Pria yang akrab disapa Bogel juga mengatakan, jika MK mengabulkan permohonan tersebut, maka akan menggangu tahapan pemilu yang sudah berjalan, karena akan terjadi perubahan peraturan teknis secara cepat, terutama mendekati waktu pendaftaran capres dan cawapres.
Oleh karena itu, sebaiknya batasan usia capres dan cawapres diformulasikan melalui perubahan legislasi secara komprehensif dan partisipatif sesuai dengan konsep open legal policy.
Ridwan menambahkan, adanya komponen open legal policy sekaligus sikap tegas MK tentang syarat usia pejabat publik. Dia melihat ini dari beberapa putusan MK, yaitu Putusan MK Nomor 15/PUU-V/2007, Putusan MK Nomor 37/PUU-VIII/2010, dan Putusan MK Nomor 49/PUU-IX/2011.
Pada Putusan MK Nomor 15/PUU-V/2007 yang mengujikan UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terhadap UUD 1945, MK memberikan penilaian UUD 1945 tidak menentukan batas minimun tertentu yang berlaku umum untuk aktivitas pemerintahan.
"Artinya UUD 1945 menyerahkan penentuan batasan usia kepada pembentuk undang-undang untuk mengaturnya. Oleh UUD 1945, hal ini dianggap sebagai bagian dari kebijakan hukum pembentuk undang-undang," ujarnya.
Oleh karenanya, Ridwan meminta MK untuk menolak permohonan para pemohon yang mempersoalkan tentang batas usia capres-cawapres, karena pertama, isu batas usia capres-cawapres bukan merupakan isu konstitusional. Kedua, MK secara konsisten, dibeberapa putusannya telah menyatakan bahwa persoalan batas usia bukan menjadi kewenangan UUD 45, tetapi kewenangan pembuat UU untuk menentukannya, sehingga tidak ada urgensi ataupun keadaan yang memaksa untuk dilakukan perubahan batas usia Capres-Cawapres dalam menghadapi Pemilu 2024 ini.
"Maka serahkan saja hal itu, jika menjadi kebutuhan ataupun kepentingan bangsa dan negara, ke dalam proses politik di DPR," jelasnya.