Kasepuhan Gelar Alam, Menanam Padi Memanen Kehidupan
- Istimewa
Secara kultural digelar 7 panggung hiburan masyarakat yang diisi dengan pentas seni, musik, dangdutan, laga voli antar warga, dan jejeran lapak pedagang, sungguh meriah.
"Acara berlangsung dari pagi sampai tengah malam, suara musik dan orang-orang seakan tak pernah habis. Kita akan merasakan berada di dimensi dunia yang lain diantara hamparan bentang alam yang berhawa sejuk dan hingar bingar aktifitas kebudayaan," ujar Hilmi, Rabu, (30/10/2024).
Malam itu hadir berbagai tamu dan tokoh adat dari beragam daerah, ada dari Dayak, Keraton Jogja, Baduy, Pasundan, dan lainnya. Kami bertegur sapa dan bercengkrama dalam suasana yang akrab. Di Rumah Agung tersaji makanan gratia, seperti dodol, tape uli, aneka lauk dan lalapan, dan seterusnya. Tercipta suasana keakraban antar warga antar tamu.
Kang Yoyo Lesmana, salah satu tokoh utama di Kasepuhan bercerita bahwa, Upacara Adat Serentaun merupakan bentuk rasa syukur masyarakat terhadap sang pencipta dan sang alam yang memberikan hasil bumi dan segala kebaikan bagi desa.
Lantas kami berbincang tentang kenapa masyarakat adat Gelar Alam tidak diperbolehkan menjual padi atau beras ke luar desa, sementara komoditi lain boleh dijual. Kang Yoyo yang juga didapuk sebagai semacam juru bicara Kasepuhan memberi ilustrasi sebagai berikut, “Manusia makan dari apa?”
“Nasi!” jawabku.
“Nasi ditanam oleh siapa?” tanya Kang Yoyo.