Kisah Inspiratif Guru Penggerak di Lebak, Niat Meningkatkan Kompetensi Malah Diangkat Jadi Kepsek
- Yandi Sofyan/banten.viva.co.id
Banten.viva.co.id – Terusik akan stigma Kabupaten Lebak sebagai daerah tertinggal, membuat Rahmat Haidir (46) memutuskan banting stir dari pekerjaannya di bidang tekstil menjadi seorang guru honorer di sebuah Mts pada tahun 2005 silam.
Dan kini, warga asli Kecamatan Cilograng, Kabupaten Lebak itu pun telah diangkat menjadi Kepala Sekolah di SMA Negeri 4 Panggarangan sejak 16 Desember 2022 lalu usai mengikuti pendidikan guru penggerak di tahun 2020.
Saat ditemui banten.viva.co.id di ruang kerjanya, Rahmat Haidir bercerita bagaimana dirinya merubah cita-citanya untuk menjadi seorang guru hingga mendapat keberuntungan diangkat sebagai kepala sekolah dari mengikuti pendidikan guru penggerak.
"Sudah tahun 2004, saat itu Lebak masih jadi daerah tertinggal, dan saya pikir masalahnya ada pada SDM, dan ketika berbicara SDM, maka jawabannya adalah pendidikan. Maka saya ingin memberi sumbangsih bagi dunia pendidikan, dan latar belakang orang tua, bapak saya juga guru, maka tahun 2005 saya jadi guru honorer. Sebetulnya saat itu saya sudah kerja di bidang tekstil," ungkap Rahmat mengawali kisahnya, Jumat 8 Desember 2023.
Menjadi guru honorer di sebuah Mts dan SMK, membuat Rahmat pun tergerak untuk mendaftarkan diri sebagai CPNS. Hingga pada tahun 2009, ia pun diangkat menjadi CPNS dan mengharuskan pindah mengajar ke SMA Negeri 1 Cilograng sebagai guru fisika.
"Di situ (SMA Negeri 1 Cilograng) saya sempat jadi wakasek, jadi pembina pramuka seumur-umur, bahkan jadi bendahara juga," ujarnya sambil sedikit tertawa mengingat pengalaman mengajarnya.
Memiliki motivasi kuat untuk terus meningkatkan kemampuan sebagai seorang guru, Rahmat Haidir pun mencoba mengikuti program pendidikan guru penggerak yang diselenggarakan oleh Kemendikbud Ristek pada tahun 2020.
Saat itu, tak terbersit sedikit pun oleh Rahmat bahwa dengan mengikuti program pendidikan guru penggerak akan mengantarkan dirinya sebagai seorang kepala sekolah dengan begitu cepat. Meski saat itu dirinya telah mengikuti diklat CKS (Calon Kepala Sekolah).
"Tahun 2020 itu ada program guru penggerak di Lebak, dan itu sudah angkatan kedua saat masa pandemi. Dan saya sebagai guru, selalu merasa harus meningkatkan kompetensi saya, makanya saya ikut. Dan saat itu belum ada Permendikbud nomor 40," ungkapnya.
"Jadi memang motivasi saya ikut guru penggerak itu sekedar ingin meningkatkan kompetensi, ingin melayani siswa-siwa saya, sekaligus ingin bersilaturahmi dengan rekan-rekan guru yang lain," lanjut Rahmat.
Ibarat pepatah "mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak", keberkahan bagi Rahmat datang tatkala diterbitkannya Permendikbudristek nomor 40 tahun 2021 tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah.
Di mana dalam peraturan tersebut menyebutkan salah satu syarat penugasan guru sebagai kepala sekolah itu adalah memiliki sertifikat guru penggerak. Dan itu nyaris bersamaan dengan diumumkannya kelulusan Rahmat menjadi seorang guru penggerak.
Terlebih, status PNS-nya yang sudah di atas golongan 3B ditambah dibutuhkannya kepala sekolah di sejumlah SMA di Lebak membuat Rahmat pun menerima SK pengangkatan sebagai Kepala Sekolah di SMA Negeri 4 Panggarangan di usianya yang masih 46 tahun.
"Saya bahagia juga ketika tiba-tiba ada Permendikbud 40 itu, berarti kita sudah dipersiapkan. Dan bagi saya itu suatu anugrah, kebanggan juga buat saya," kata Rahmat.
Meski begitu, Rahmat mengaku dirinya bukan tanpa kendala saat mengikuti pendidikan guru penggerak. Hal itu lantaran adanya sejumlah keterbatasan yang dialaminya karena tinggal di daerah pelosok di Kabupaten Lebak.
"Kalau di daerah kita itu kendalanya kalau jaringan listrik mati, dan sinyal ga ada. Tapi kita masih terus komunikasi. Lalu kendala lain itu jarak lokakarya, karena saat itu ke kabupaten jauh," ujarnya.
Dan kini, bukan saja diangkat sebagai kepala sekolah, Rahmat turut merasakan banyak manfaat dari mengikuti program guru penggerak. Ia saat ini lebih memiliki pola pikir berbasis aset yang diterima dalam program guru penggerak sehingga dapat diterapkan di sekolah yang dipimpinnya meski berada di daerah pelosok.
"Dan yang baru saya pelajari itu tentang filosofi KHD yang meletakan dasar-dasar pendidikan, bagaimana kita sebagai guru itu menghamba pada anak. Kemudian kita sebagai guru harus mandiri, kolaboratif, reflektif dan itu yang dipelajari pada nilai-nilai guru penggerak. Kemudian diferensiasi, bagaimana memberikan pelayanan pada anak sesuai minta dan bakatnya masing-masing, bagaimana kita mengajar multi method, multimedia. Kita harus memfasilitasi anak, apakah dia audio visual atau kinestetik, dan itu harus dikelompokkan," terangnya.
"Berikutnya coaching, ini hal baru bagi saya, dan itu diperlukan ketika jadi kepala sekolah itu supervisi, dan 9 langkah pengambilan keputusan yang diajarkan di guru penggerak. Dan buat saya itu menarik dan daoat diimplementasikan saat saya menjadi kepala sekolah saat ini," tambahnya.
Untuk itu, Rahmat mengaku program guru penggerak merupakan cara bagi seorang guru untuk bisa mengembangkan kemampuan dan kompetensi dalam mengajar sehingga harus diikuti oleh semua guru di seluruh Indonesia.
"Dan salah satu program guru penggerak itu sangat cocok. Karena kita tidak meninggalkan pembelajaran, karena di samping kita mengerjakan LMS, kita juga praktek langsung di kelas," tandasnya.