Ternyata Bukan Karena Banyak Rusa, Ini Asal-usul Pemberian Nama Pulau Peucang di Ujung Kulon
- BTNUK
Banten.viva.co.id – Terletak di Kecamatan Sumur dan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon memiliki luas kawasan 105.694,46 hektar dan berada pada 6°30’-6°52’ Lintang Selatan dan 102°02’-105°37’ Bujur Timur.
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1992 tanggal 26 Februari 1992 tentang Perubahan Fungsi Cagar Alam Gunung Honje, Cagar Alam Pulau Panaitan, Cagar Alam Pulau Peucang, dan Cagar Alam Ujung Kulon itu seluas 61.357,46 hektar dan penunjukan perairan laut di sekitarnya seluas 44.337 hektar.
Salah satu objek wisata paling terkenal yang ada di Taman Nasional Ujung Kulon tentu saja adalah Pulau Peucang karena keindahan pasir putihnya dipadukan air laut berwarna biru gradasi hijau akan memanjakan mata siapapun yang datang ke tempat ini.
Pantai di Pulau Peucang memiliki karakteristik yang khas dengan hamparan pasir putihnya yang luas. Obyek Wisata Alam yang dinikmati di pulau ini antara lain tracking ke pohon kiara dan karang copong, berenang, snorkeling, hingga menyelam.
Di Pulau Peucang pun kita dapat menjumpai banyak flora dan fauna. Dan yang paling menarik adalah rusa, kijang, babi hutan, biawak hingga monyet. Bahkan di dermaga, kita bisa melihat secara langsung kumpulan ikan yang berenang di sekitaran dermaga.
Selain itu, WildlifeViewing dapat dinikmati dengan menyebrang ke Padang Pengembalan Cidaon yang memakan watu ± 10 menit dengan perahu dari Pulau Peucang. Di mana, di Cidaon kita dapat mengamati atraksi satwa seperti banteng, merak, rusa, dan babi hutan. Selain itu juga dapat melihat situs sejarah peninggalan kolonial belanda berupa menara mercusuar.
Banyak yang mengira nama Pulau Peucang diambil dari bahasa Sunda yang artinya rusa karena saking banyaknya rusa di pulau tersebut. saking banyaknya, kita akan dengan mudah menemukan rusa hingga bisa berinteraksi secara langsung di pulau ini.
Namun dilansir dari laman BTNUK, nama Pulau Peucang diambil dari sejenis siput yang sering ditemukan di pantai Pulau Peucang. Siput itu oleh penduduk sekitar Taman Nasional Ujung Kulon disebut “Mata Peucang” hingga akhirnya pulau itu dinamakan Pulau Peucang.
Hutan di Pulau Peucang merupakan salah satu ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah. Flora di kawasan ini di antaranya merbau (Intsia bijuga), palahlar (Dipterocarpus hasseltii), bungur (Lagerstroemia speciosa), cerlang (Pterospermum diversifolium), dan ki hujan (Engelhardia serrata). Selain itu juga ada pohon Ficus atau ara pencekik, tumbuhan parasit yang melilit pohon lain untuk hidup. Biasanya pohon inangnya akan mati jika aranya menjadi dewasa.
Pulau seluas 450 hektar ini juga terdapat sejumlah penginapan yang bisa digunakan oleh para pengunjung yang datang. Bangunan di Pulau Peucang memang tidak banyak. Hal ini bermaksud agar tetap menjaga unsur alam yang ada di sana. Penginapan di Pulau Peucang hanya berbentuk rumah panggung sederhana. Terdapat satu bangunan Posko Balai Taman Nasional Ujung Kulon yang mengawasi Pulau Peucang dan pusat informasi Taman Ujung Kulon.