DPP NCW Sebut Prabowo Subianto Tak Layak Jadi Capres Ternyata Ini Alasannya

DPP NCW Sebut Prabowo Subianto Tak Layak Maju Capres
Sumber :

Banten.viva.co.id –Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Nasional Coruption Watch (NCW) menilai sosok Prabowo Subianto tidak layak menjadi calon presiden (Capres) pada Pemilu 2024 nanti. 

Program Kementrian Transmigrasi di Era Prabowo Subianto

Demikian diungkapkan oleh Ketua Umum DPP NCW, Hanifa Sutrisna  kepada awak media saat melakukan konferensi pers, Senin 23 Oktober 2023 di Pancoran Jakarta Selatan.

Ada banyak alasan yang dikemukakan oleh NCW, salah satunya terkait dengan dugaan korupsi Menhan Prabowo Subianto yang membeli 12 jet tempur Mirage 2000-5 buatan Prancis yang sebelumnya digunakan Qatar senilai 792 juta dolar AS atau hampir Rp 12 triliun.

Jelang Pencoblosan 27 November 2024, Ribuan Buruh Dukung Andra Soni di Pilgub Banten 2024

"Oknum menteri yang diduga korupsi dan gagal dalam menjalankan program kerjanya malah didaulat menjadi Bacapres 2024-2029, apa tidak ada anak bangsa yang lebih cakap dan mampu selain oknum Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ini," Lanjut Hanifa. 

Jika dugaan korupsi Prabowo terkait pembelian pesawat bekas tidak benar, berikan bantahan dari oknum Menhan ini bahwa 12 unit jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar yang mencapai Rp11,8 triliun bukan pesawat atau skuadron yang sama dan pernah akan dihibahkan ke Indonesia pada periode pemerintahan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Jejak Pemilu Apresiasi Polda Banten yang Komitmen Jaga Netralitas dan Keamanan Pilkada 2024

"Kami juga menunggu jawaban dari Pemerintah Qatar atas dugaan mega korupsi pesawat bekas ini, karena informasi yang kami terima melalui dumas menyampaikan bahwa skuadron Mirage 2000-5 bekas yang dibeli tanpa ijin Komisi I DPR-RI ini adalah skuadron yang sama dengan yang akan dihibahkan ke Indonesia tahun 2009”, ungkap Hanifa menjelaskan hasil penelitian lebih lanjut DPP NCW.

Kami tidak akan berhenti mendorong lembaga penegak hukum, dalam hal ini KPK, Mabes Polri dan Kejaksaan Agung untuk mengungkap dugaan korupsi 5 (lima) oknum menteri Kabinet Indonesia Maju Presiden Jokowi, yaitu PS, AH, BL, DA dan ET

Menurutnya, langkah KPK, POLRI dan KEJAGUNG terkait pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) terlihat melambat dan nyaris tidak terdengar menjelang pesta demokrasi tahun 2024.  

DPP NCW melihat secara kasat mata rendahnya kepedulian lembaga penegak hukum menanggapi aduan masyarakat, seperti tidak bergeming dan terlihat ‘cuek bebek’ dengan aduan masyarakat yang DPP NCW lontarkan melalui media-media.

“Apakah ini pertanda telah terjadi kesepakatan dan pemufakatan jahat dari para oligarki penguasa negeri gemah ripah loh jinawi yang dinamakan Indonesia ini, sehingga upaya-upaya penegakan hukum terhenti?” tanyanya. 

Lima dugaan yang pernah diungkapkan DPP NCW kepada awak media selama dua pekan ke belakang telah direspons banyak pihak untuk segera ditindaklanjuti oleh para para aparat penegak hukum (APH).

“Kami khawatir rakyat Indonesia semakin apatis karena ketidaktegasan lembaga penegak hukum dalam memberantas KKN, mau dibawa kemana negara ini kalau uang rakyat yang bersumber dari pajak hanya menjadi bahan bancakan para penguasa anggaran negara”, ungkapnya melanjutkan. 

“Kami minta dengan hormat Bapak Kapolri, Jaksa Agung dan Komisioner KPK untuk tidak tebang pilih, karena kelakuan korup oknum-oknum menteri ini dapat merusak mental anak muda penerus bangsa ini,” tegasnya.

DPP NCW hingga detik ini tanpa ada keraguan patut menduga bahwa Presiden Jokowi seperti melakukan pembiaran kepada para pembantunya yang diduga menyelewengkan anggaran negara untuk memenuhi ‘libido untuk terus berkuasa dengan segala cara’.

Dugaan pembiaran korupsi oknum Menhan pembantu Presiden Jokowi ini terlihat jelas pada saat adanya pembelaan terhadap kegagalan Lumbung Pangan Nasional (LPN) atau food estate yang dipercayakan kepada PS sejak tahun 2020 hingga saat ini.  

Jika sudah diprediksi akan gagal pada penanaman pertama, kedua dan ketiga, kenapa tidak dilakukan penanaman pada areal penelitian lebih kecil dan dipelajari detail terkait kondisi demografi, geografis, topografi, sosiologi, antropologi dan lain sebagainya sebelum dieksekusi di lahan yang ribuan hektar. 

Kalau kegagalan dengan kerugian Rp 6 triliun dapat dibenarkan dan boleh dilakukan dengan prinsip “coba-coba dan gagal” dan gagal lagi, baru setelah habis belasan triliun baru berhasil, apakah gaya ugal-ugalan penggunaan APBN ini masih pantas diapresiasi. 

"Dengan menjadikan oknum menteri ini ke posisi yang lebih mulia sebagai Capres 2024-2029? Kondisi ini jelas-jelas merusak pola pikir dan nalar anak bangsa terkait pemberantasan korupsi di masa yang akan datang,” tutupnya geram.