Menghidupkan Jiwa Nusantara, Kisah Zainul Arifin Sang Seniman Nasionalis

Kisah Zainul Arifin Sang Seniman Nasionalis
Sumber :

Banten.viva.co.id –Di sebuah desa yang sunyi, di mana angin berbisik lembut melalui pepohonan, seorang pemuda bernama Zainul Arifin menyalakan kembali api cinta tanah air. 

Pada usia 27 tahun, Zainul memilih jalan yang mungkin terlupakan oleh banyak orang, menanamkan rasa nasionalisme melalui seni budaya dan kearifan lokal.

Pada tanggal 10 November 2007, dengan hati yang penuh semangat, ia menggagas program bertajuk "Pengenalan Pendidikan Kearifan Lokal melalui Sadar Wisata dan Musik Tradisional Daerah". 

Program ini bukan sekadar inisiatif biasa, sebab merupakan wujud cinta Zainul terhadap negeri ini, harapan untuk melihat generasi muda kembali menghargai akar budaya mereka.

"Jadilah orang Indonesia yang berkearifan lokal, sehingga Anda tahu bahwa Nusantara memang benar-benar Bhinneka Tunggal Ika. Yang sama jangan dibedakan, yang beda jangan disamakan," ucap Zainul dengan mata berbinar, menyiratkan kedalaman makna yang ingin ia sampaikan.

Melalui program ini, Zainul memberdayakan warga sekitar untuk membangun destinasi wisata desa. 

Ia percaya bahwa setiap keterampilan yang dimiliki masyarakat adalah harta berharga yang bisa menumbuhkan usaha ekonomi baru. 

Musik tradisional kembali bergema, tarian daerah kembali hidup di panggung-panggung sederhana, dan kerajinan tangan menjadi saksi bisu cinta mereka pada budaya sendiri.

Warga desa, yang sebelumnya mungkin merasa keterampilan mereka tak berarti, kini berdiri dengan kepala tegak. 

Mereka menjadi tuan rumah yang ramah bagi wisatawan, menunjukkan keindahan alam dan budaya yang selama ini tersembunyi. Senyum merekah di wajah-wajah yang kini dipenuhi harapan.

Zainul bukan hanya seorang pemuda; ia adalah lilin kecil yang cahayanya mampu menerangi kegelapan. 

Ia mengingatkan kita bahwa di tengah modernisasi yang kian pesat, ada warisan leluhur yang tak boleh dilupakan. Bahwa identitas kita sebagai bangsa terletak pada keragaman budaya yang kita miliki.

Melalui upayanya, Zainul mengajak kita merenung, sudahkah kita mengenal dan mencintai budaya kita sendiri? Atau justru terbuai oleh gemerlap budaya asing yang membuat kita lupa jati diri?

Kisah Zainul Arifin adalah tetes embun di pagi hari, menyegarkan jiwa yang kering akan makna. Ia mengajak kita untuk kembali pulang, menyelami kedalaman budaya Nusantara, dan menemukan keindahan yang tak lekang oleh waktu.

Semoga semangatnya mengalir ke setiap penjuru negeri, menumbuhkan generasi yang bangga akan kearifan lokal, dan menjadikan Indonesia rumah yang hangat bagi semua perbedaan.