Mahfud MD Gagal Membangun Citra Politik di Mata Publik, Tidak Efektif Dongkrak Elektabilitas

AB Solissa dan Mahfud MD
Sumber :
  • Instagram @sumsel.24

Banten.viva.co.id –Mundurnya Mahfud MD dari jabatan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Kabinet Indonesia Maju Pemerintahan Jokowi-Maruf Amin jadi sorotan.

Seperti diberitakan, Mahfud MD maju di pertarungan Pilpres 2024 sebagai cawapres nomor urut 2, mendampingi Ganjar Pranowo.

Direktur Eksekutif Partner Politik Indonesia, AB Solissa menyindir langkah mundurnya Mahfud MD yang dianggap terlambat sehingga tidak menimbulkan efek kejut dan gagal membangun citra di mata publik. 

AB Solissa menjelaskan, Mahfud ingin mencoba mengambil posisi berseberangan dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia menilai hal itu merupakan sebuah kekeliruan.

Mahfud lari seolah-olah dari tanggung jawabnya sebagai menteri dengan keluar dari lingkaran kekuasaan. Hal itu berarti agar Mahfud lebih leluasa menyerang atau mengkritik kebijakan pemerintah terutama terkait permasalahan hukum.

“Mundurnya Mahfud dari jabatannya sebagai Menkopolhukam bisa dilihat dari dua perspektif. Pertama, Mahfud ingin mengambil posisi yang berseberangan dengan pemerintah yang dipimpin oleh Jokowi saat ini,” ujar AB Solissa, Minggu 4 Februari 2024.

AB Solissa menjelaskan, indikator mantan Ketua MK itu berancang-ancang nyerang pemerintah sebelum mundur, Mahfud membahas sejumlah tokoh yang saat ini sudah tidak lagi berpihak kepada Presiden Jokowi, termasuk di antaranya Ketua Umum PDI Perjuangan (PDI) Megawati Soekarnoputri

Terbukti, beberapa saat sebelum konferensi pers pengunduran diri ia bertemu dengan beberapa tokoh, termasuk dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, ucapnya.

Lanjut AB Solissa, detik-detik akhir hari pencoblosan ini, calon wakil presiden (cawapres) nomor 3 ini sedang berupaya menaikkan tingkat elektabilitas yang masih kedodoran dibandingkan dua kandidat paslon lain yang berkontestasi.

Setidaknya, kata AB Solissa paslon nomor 3 ini sedang berusaha masuk putaran kedua, namun masih kebingungan brand atau citra yang mau diambil sudah tidak ada ruang lagi.

Alasan melanjutkan pemerintah sudah di tangan nomor 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, sementara cap perubahan ada pada pasangan nomor 01, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.

“Posisi ini sengaja diambil agar pasangan nomor urut 03 Ganjar-Mahfud bisa leluasa bergerak memperluas ceruk pemilih karena representasi merek Jokowi sudah terlanjur dikavling oleh Prabowo-Gibran, sedangkan oposisi merek atau antitesanya pemerintahan sudah diklaim oleh Anies-Muhaimin,” paparnya.

Dikatakan AB Solissa, mundurnya Mahfud ini hanya kepentingan pragmatis mengejar angka elektoral, bukan terkait etika agar menghindari konflik kepentingan, sebab momentumnya sangat terlambat, dan diperkirakan tidak akan berpengaruh besar.

“Saya melihat pengunduran diri Mahfud pada saat yang tidak tepat. Atas dasar alasan apapun, keputusan Mahfud untuk mundur akan dipandang sebagai kepentingan pragmatis jelang pencoblosan, bukan atas sebuah prinsip yang fundamental,” jelasnya.

“Bahkan, pengunduran diri bisa jadi bumerang buat paslon nomor urut 3 karena Mahfud dianggap tidak menghormati amanah yang diberikan. Mestinya kalau mau mundur dari kabinet momentumnya itu saat KPU RI menetapkan secara resmi pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berlaga di Pilpres 2024 pada 13 November 2023,” imbuhnya.

Dengan begitu, mundurnya Mahfud tidak bisa dibenarkan etikanya karena momentumnya tidak tepat.

Selain itu, AB Solissa memperkirakan keluarnya Mahfud MD dari pemerintah tidak memberikan efek elektoral yang besar, malah sebaliknya akan memberikan dampak negatif karena berseberangan dengan pemerintah yang memiliki tingkat kepuasan yang tinggi.

“Kalau ditanya apakah punya efek elekroral? Menurut saya efeknya tidak besar, justru akan mendegradasi kekuatan elekroral paslon nomor urut 3,” tutupnya.